03 Februari 2008

[Papernas] Indonesia: Perjuangan Melawan Ketertinggalan*

* Satu-satunya statement terbuka PRD-PAPERNAS yang menyatakan rencananya untuk 'berkoalisi' dengan partai Islam borjuasi. Sejauh ini tidak ada pernyataan terbuka serupa di media nasional terhadap rencana tersebut.

Green Left Weekly, 7 Desember 2007
Jonathan Strauss

Dita Sari, ketua majelis pertimbangan Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas) serta anggota majelis pertimbangan Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), berbicara pada Green Left Weekly, disela-sela forum Latin America and Asia Pacific International Solidarity (LAAPIS) yang diselenggarakan di Melbourne dari tanggal 11-14 Oktober, mengenai perjuangan kaum buruh Indonesia.

Sari menjelaskan bahwa kampanye industrial yang pokok di Indonesia saat ini adalah melawan upaya pemerintah mengurangi pesangon kaum buruh yang menerima upah lebih tinggi, yang dinilai diskriminatif, serta memudahkan pemehakaan terhadap buruh. Namun, menurutnya, Papernas juga mencoba mengajak kaum buruh melakukan pendekatan yang lebih politis dan mensukseskannya pada kampanye partai yang lebih luas.

Sari mengatakan: “Salah satu kampanye utama Papernas adalah mengatasi keterbelakangan dan mendorong pembangunan ekonomi dan industri nasional, agar lebih mengandalkan pada sumber daya ekonomi nasional, daripada bergantung pada investasi asing. Kami ingin kaum buruh mendukung program ekonomi ini dan meletakkan tuntutan mendesaknya di dalam kerangka tersebut.”

Pembangunan Nasional

“Menurut kami, jika ekonomi nasional begitu besar bergantung pada investor asing, kondisi buruh akan bertambah buruk. Investor-investor (tersebut) menginginkan liberalisasi dan ‘fleksibelitas tenaga kerja’. Kami ingin kaum buruh menyadari bahwa ini bukan saja sekedar tuntutan mendesak di dalam pabrik, namun juga menyangkut bagaimana cara agar kaum buruh berkontribusi dan memainkan peran yang signifikan dalam melindungi industri nasional kami.”

Ini merupakan bagian dari program Papernas, lanjut Dita, yang menuntut agar mempertimbangkan peluang, jika akan menguntungkan kerja partai, untuk melakukan aliansi taktis terbatas dengan para pemilik bisnis skala kecil dan menengah. “Mereka juga diserang oleh investasi asing dan kebijakan pemerintah dengan kejam. Distribusi dan jaringan mereka dihancurkan untuk memberikan jalan bagi investasi asing.”

Sari menjelaskan bahwa membangun ekonomi nasional berarti membangun kontrol berskala lebih luas terhadap perusahaan-perusahaan dan menata ulang orientasi ekonomi negeri.

“Semua orang yang berada di dalam kekuasaan politik”, ia berpendapat, “harus memastikan seluruh kontrak dengan perusahaan-perusahaan pertambangan, khususnya minyak dan gas, yang merupakan sumber energi utama kita, ditinjau ulang”. Pajak-pajak terhadap perusahaan-perusahaan tersebut harus dinaikkan. “termasuk apa yang harus dilakukan perusahan-perusahaan tersebut untuk melindungi lingkungan, demikian pula tanggung jawab sosial mereka—apa yang harus mereka keluarkan untuk sekolah-sekolah dan pembangunan infrastruktur di daerah tersebut. Tanggung jawab pemerintah terhadap cost recovery, khususnya bagi perusahaan minyak, harus dikurangi, karena perusahaan-perusahaan tersebut mengambil untung lebih dari sini dan membayar royalti lebih sedikit. Juga, seharusnya tidak ada pelanggaran hak azasi manusia, khususnya terhadap masyarakat pribumi.”

Sari mengatakan: “salah satu hal terpenting adalah transfer teknologi. Perusahaan-perusaahan barat beroperasi di negeri kami selama bertahun-tahun, namun mereka tidak mau mentransfer teknologi. Mereka mambuat kami bergantung pada teknologi mereka. Dalam lima atau sepuluh tahun harus ada suatu transfer teknologi. Ini harus termasuk di dalam kontrak.”

Sari juga mengemukakan mengenai konsentrasi untuk meningkatkan pertanian. “anda harus memroduksi paling tidak makanan pokok yang anda makan. Anda tak bisa begitu saja melakukan impor.” Dampak impor barang-barang adalah satu hal, karena bertambahnya ancaman kehancuran bagi seluruh sektor, termasuk beras. Kebijakan (produksi makanan pokok) ini juga akan mengatasi pengangguran, yang menjadi persoalan utama di pedesaan.”

Sari membandingkan pembangunan pertanian dengan produksi tekstil, pakaian, dan alas kaki. “Sudah terlalu banyak (produksi yang demikian). Perubahan orientasi ekonomi semacam ini sangat penting.”

Kedudukan pemerintahan yang sangat pro-neoliberal, lanjut Sari, merupakan halangan utama untuk mengatasi persoalan-persoalan ini. “(Peremerintah ini) sangat mudah mengatakan ya terhadap banyak proposal dari berbagai institusi keuangan internasional, pemerintah-pemerintah serta perusahaan asing.”

Papernas juga menghadapi lebih banyak persoalan mendesak dalam kampanyenya. Sari mengatakan: “Banyak aktivitas kampanye, konferensi dan bahkan pertemuan internal kami diserang, terkadang secara fisik, oleh kelompok-kelompok yang menamakan diri Islam.”

Fragmentasi sosial, khususnya dalam gerakan, juga merupakan hambatan untuk berkampanye. “Semua orang terpecah-pecah. Semua orang sibuk dengan isu, pertemuan, dan aktivitas harian mereka sendiri-sendiri, seperti urusannya sehari-hari.” Sari mengatakan bahwa memecahkan persoalan ini adalah suatu tantangan. “Kami terus mengetuk pintu-pintu itu. Kami terus mengajak Ayo, Ayo, Ayo, kepada gerakan sosial.”

“Namun saat ini”, Sari melanjutkan, “kami juga memfokuskan pada pembangunan partai, dan membangun suatu koalisi dengan partai lain, yang tidak kiri, revolusioner, atau progressif, namun dalam tingkatan tertentu dapat menerima program kami, sehingga kami dapat berkampanye melalui struktur mereka; bersama basis massanya; memberikan mereka pengertian terhadap program kami; serta mengorganisir dan berkampanye diantara massa dalam kerangka itu.

“Sebelumnya kami memfokuskan kampanye diantara gerakan sosial. Namun kami lihat gerakan sosial sangat terfragmentasi dan kadang sangat sektarian serta apolitis. Apa yang hendak kami lakukan sekarang adalah mengkampanyekan program kami diantara basis massa dan struktur-struktur partai Islam ini yang hendak kami targetkan untuk suatu koalisi.

Menjangkau Massa

“Kami mencari taktik-taktik untuk menjangkau massa. Massa tak hanya di dalam gerakan sosial dan kelompok-kelompoknya. Sebagian besar massa tidak tersentuh oleh gerakan sosial. Kami sedang memikirkan bagaimana menemukan suatu cara agar dapat menjangkau massa tersebut: dengan cara apa, apa alatnya, apa medianya, apa jembatan kepada massa? Lalu kami melihat peluang bersama dengan partai Islam yang menawarkan kami suatu koalisi.

Mereka jauh lebih besar dari kami. Mereka memiliki 14 kursi di DPR, 190 kursi di DPRD, dan 2,8 juta orang yang memilih mereka. Bekerja di dalamnya akan memberi kami suatu cara untuk menjangkau massa dan membuat pesan kami didengar.”

Berbicara (dalam forum) LAAPIS, Sari mengusulkan suatu gagasan mengenai transformasi dari gerakan sosial menjadi gerakan politik. Ia menjelaskan bahwa hal ini bermakna dua hal: “Dalam gerakan sosial itu sendiri, harus ada suatu upaya yang kami lakukan sehingga mereka dapat mengubah cara pandang terhadap politik. Anda tak bisa hanya sebagai kelompok penekan yang melakukan mobilisasi setiap kali (Presiden Amerika Serikat) George Bush atau WTO datang. Anda tak bisa hanya melakukan itu, berdemonstrasi untuk setiap kebijakan pemerintahan baru. Anda harus maju menjadi gerakan yang lebih politis.

“Dan (hal lainnya) adalah bekerja untuk menemukan peluang lain dalam melakukan aliansi serta mendorongnya untuk lebih terpolitisasi. Kami ingin mengatakan bahwa gerakan sosial bukanlah satu-satunya peluang untuk melakukan aliansi dan berbicara pada massa.”

Dalam konferensi, Sari menekankan “dalam hal taktik-taktik baru yang sedang kami coba untuk membangun kiri dan membuat kiri didengar serta mendapatkan basis yang solid, kami (dapat) menjelaskan jalan dan taktik kami, serta dinamika politik dan sosial di Indonesia. Kami menerima masukan, kritisisme, dan gagasan-gagasan dari kawan-kawan di seluruh dunia mengenai taktik ‘kontroversial’ kami ini.

Sari menjelaskan bahwa taktik koalisi dengan partai Islam telah terbukti kontroversial. Sari mengatakan bahwa ia ingin “mengingatkan kawan-kawan bahwa (Partai Rakyat Demokratik—kelompok utama yang membentuk Papernas) melakukan aliansi semasa rejim borjuis Gusdur, yang memiliki karakter yang lebih demokratik. Terdapat banyak kritisisme terhadap kami di masa itu dan bahkan sekarang.

Kami memiliki jalan baru ini, yang menurut kami sesuai dengan perjuangan kami. Kami ingin kawan-kawan lainnya mendengar, memahami, dan memperdebatkan hal ini.

Dari: International News, Green Left Weekly issue No. 735, 12 Desember 2007.

Tidak ada komentar:

TERBITAN KPRM-PRD