Budi Wardoyo [1]
Landasan Kenapa Pemilu harus di Intervesi :
1. Bahwa PEMILU sebagai TAKTIK untuk meluaskan propaganda jalan keluar alternatif dari krisis ekonomi politik sosial budaya (lihat program – program eknomi, politik dan sosial budaya PAPERNAS)
2. Bahwa PEMILU sebagai TAKTIK untuk meluaskan struktur perlawanan gerakan rakyat miskin ( menyatukan dan meluaskan )
3. Bahwa PEMILU sebagai TAKTIK untuk meningkatkan kapasitas perlawanan gerakan rakyat miskin agar pada saatnya berkesanggupan untuk mengambil alih kekuasaan dan mempertahankannya.
Prakteknya :
Dari pengalaman capaian yang kita dapat :
A. Meluasnya struktur PAPERNAS kita hingga tingkat kecamatan
B. Masih sedikitnya organisasi gerakan yang bergabung dalam PAPERNAS
C. Munculnya hambatan dari Rezim berkaitan dengan Kehadiran PAPERNAS, terutama dengan membiarkan – bahkan di beberapa tempat mendung – Milisi Sipil Reaksioner melakukan serangan – serangan fisik kepada PAPERNAS
D. Belum efektifnya organisasi – organisasi massa atau organisasi pendukung PAPERNAS dalam memimpin perjuangan massa di sektornya masing – masing
E. Belum berjalannya bacaan, pendidikan dan mobilisasi secara simultan, yang bermuara pada penguatan dan perluasan struktur
Situasi Obyektif :
1. Krisis yang terjadi di Indonesia, tidak kunjung mereda, bahkan makin mendalam, hal ini di tandai dengan :
a. Peningkatan jumlah pengangguran. [2] Terutama karena PHK – PHK massal dan bertambahnya jumlah pencari kerja.
b. Menurunnya daya beli rakyat ( Bank Dunia, dalam penelitian mutakhirnya, mengumumkan bahwa sekitar 109 juta rakyat Indonesia hidup dengan pengeluaran di bawah 2 dolar (sekitar Rp 18 ribu) per hari. Data dari Badan Pusat Statistik tak jauh beda: 17,76% rakyat Indonesia hidup dalam garis kemiskinan dengan penghasilan tak lebih dari 1,55 dolar per hari. Malahan, terdapat sekitar 7% dari total penduduk Indonesia yang cuma mampu belanja untuk hidup di bawah 1 dolar per hari) [3]
c. Secara makro ekonomi, investasi di sektor riil tidak juga berkembang, karena para investor ( baik asing maupun dalam negeri ) lebih banyak menanamkan modalnya ke pasar modal dan pasar saham, [4] dan menurut Hendri Saparini, derasnya modal jangka pendek ini, justru menunjukan krisis ( indikator ) sekarang, hampir sama dengan krisis tahun 1997/1998. [5] Bahkan pada bulan mei 2007, Tim Indonesia Bangkit telah memberikan analisa, krisis finansial akan terjadi pada tahun 2008 dengan tingkat kemungkinan 65%.[6]
2. Demokrasi yang telah di perjuangkan oleh gerakan revolusioner dan rakyat melalui aksi – aki massa, mengalami ancaman :
1. Partisipasi rakyat tidak di dorong lebih maju oleh rezim borjuis ini, melainkan makin dipersempit dalam berbagai bentuk terutama dalam bentuk UU anti demokrasi (termasuk makin banyaknya daerah yang menerapkan perda – perda syariah).[7] Dalam momentum Pilkadalpun, tidak ada kehendak dari partai – partai busuk itu untuk membuka ruang bagi rakyat dalam bentuk calon – calon independen misalnya, termasuk dalam pemilu 2009 nanti di mana RUU yang akan di bahas jelas – jelas, mengebiri hak – hak berpolitik rakyat.
2. Aksi – aksi perlawanan rakyat, juga di hadapi dengan tuduhan – tuduhan kriminal, bahkan di beberapa derah dengan kekerasan (termasuk dengan penembakan hingga mati) [8]
3. Pembubaran oleh milisi – milisi maupun oleh aparat terhadap kegiatan – kegiatan yang tidak dalam maintream rezim (bukan hanya kegiatan kelompok kiri [9] atau terbitan kiri yang mulai di berangus melainkan juga kelompok – kelompok minoritas seperti Ahmadiyah dan lain sebagainya) [10]
4. Kasus – kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu ( termasuk pelanggaran HAM sekarang ) semakin tidak terungkap, bahkan para pelaku sekarang ini mendapatkan posisi yang strategis ( Wiranto yang jadi Ketua Umum Partai Hanura, dan bahkan menjadi kandidat calon Presiden atau para penculik yang tergabung dalam TIM MAWAR Kopasus malah mendapatkan jabatan – jabatan strategis seperti Letjen Sjafri Syamsuddin sekarang menjabat Sekjen Dephan, Muchdi PR sebagai Deputi V BIN dan Chairawan sebagai Kaposwil NAD BIN.
3. Krisis ini telah meningkatkan perlawanan rakyat :
a. Peningkatan terutama dalam hal metode perlawanan, seperti yang di tunjukan oleh kaum buruh di tahun 2006 ( banyak yang menilai, aksi buruh pada tahun ini adalah yang terbesar semenjak Orde Baru ), dimana metode aksi serentak, dengan metode pemogokan gedor pabrik, telah menakutkan rezim. Mogok serentak bukan lagi menjadi milik Cimahi atau kota – kota Industri di Jawa Timur, melainkan menjalar ke Makasar, Tangerang dan kota – kota industri lainnya, hingga lumpuh total. Sedikit gambaran bagaimana sikap rezim menghadapi 1 mei 2006, seperti yang di tulis oleh Detik.com
“ Menghadapi rencana demo besar-besaran pada hari buruh sedunia, Pemprov DKI dan Polda Metro Jaya tampaknya tidak mau main-main. Hal itu dibuktikan dengan mulai diberlakukannya status siaga I di Jakarta secara resmi mulai hari ini.
"Siaga I mulai hari ini, artinya kekuatan sudah ada ditempat mulai hari ini," kata Kapolda Irjen Pol Firman Gani usai menghadiri apel kesiapan pasukan di silang Monas , Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (28/4/2006).
Apel dipimpin Gubernur DKI Sutiyoso yang bertindak sebagai inspektur upacara. Tampak hadir Pangdam Jaya Agustadi Sasongko Purnomo, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Rusdi Taher, Panglima Armabar Laksda TNI Moekhlas Sidik, Panglima Korps TNI AU Marsda TNI Mardjono, Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta Ben Suhenda Sjah, dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Fauzie Bowo “
Termasuk TNI juga menyiapkan pasukan :
"Kita siapkan 5.000 personel dari darat, laut, dan udara yang disebar ke masing-masing satuan. Baik di satuan Kodim, Koter, dan Babinsa," kata Pangdam Jaya Mayjen Agustadi Sasongko Purnomo.
Hal itu disampaikan Agustadi saat ditemui detikcom usai Apel Siaga menjelang 1 Mei di Lapangan Monas, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (28/4/2006).
Sementara respon rezim untuk may day tahun 2007, sekalipun atomosfirnya tidak sepanas tahun 2006, nemun tetap saja menakutkan rezim :
“ Menyambut Hari Buruh (Mayday) 1 Mei, polisi menyiapkan 30.000 personel. Para personel ini dikerahkan untuk mengamankan jalannya demo yang bakal digelar ribuan buruh di Jakarta.
Personel yang diturunkan antara lain satuan Polantas, Reserse, Intelkam, Samapta, Densus 88, Polres dan Polsek, terutama di wilayah Jakarta Utara, Jakarta Barat dan Jakarta Timur.
Untuk di luar Jakarta, Polda menyiagakan Polres Bekasi, Polres Bogor, Polres Tangerang, Polres Depok, dan BKO Mabes Polri.”
b. Metode lain adalah metode blokir jalan ( yang esensinya adalah menghentikan jalur produksi ), yang di lakukan oleh korban lapindo berkali – kali, ratusan warga di Purwakarta yang memblokir jalan Plered – Ajun hingga lumpuh total selama 5 jam. Pemblokiran jalan juga terjadi di Aceh, ketika warga memblokir jalan Banda Aceh – Calang menuntut ganti rugi tanah. Pemblokiran jalan juga terjadi di Dumai ( Pekanbaru ) ketika ratusan warga memblokir jalan Datuk Laksamana untuk menuntut Fasilitas Drainase ke PT PELINDO I Dumai. D Maros ( Sulawesi Selatan ) Ratusan warga Desa Moncongloe Bulu, Kecamatan Moncongloe, Maros, memblokir jalan di desa. Aksi ini dilakukan setelah jalanan mereka rusak karena sering dilewati truk berukuran besar yang digunakan mengangkut tanah dan material lain.[11]
c. Dalam hal persatuan juga telah ada kemajuan di gerakan rakyat, paling tidak ditunjukan dengan terbangunnya Aliansi Buruh Menggugat (ABM)sebagai hasil dari radikalisasi kaum buruh menentang revisi UU 13/2003. Bukan hanya karena Konferensi Nasional I ABM, di hadiri oleh kurang lebih 300 delegasi dari 16 propinsi (yang mewakili puluhan serikat buruh baik nasional maupun lokal), namun yang lebih penting ABM menegaskan dirinya sebagai konsolidasi gerakan buruh yang menentang neoliberalisme dengan platform : Penghapusan Hutang Luar Negeri, Nasionalisasi Aset – Aset vital yang di kuasai asing, Industrialisasi Nasional dan pemberantasan KKN. [12] Dan sebagai langkah awal untuk mengkongkritkan persatuan kaum buruh, konferensi nasional telah membentuk struktur kepengurusan (sebagai Badan Pekerja Nasional) dan Sekretariat Bersama (Sekber). Belakangan telah terbentuk Badan Pekerja Wilayah ABM Jabodetabek.
d. Dalam bentuk persatuan yang lebih tertutup, kelompok – kelompok kiri di luar AGRA [13] (seperti jaringan PRP – termasuk KASBI - kelompok Ellly Salomo – Serikat Mahasiswa Indonesia dan Federasi Perjuangan Buruh Jabotabek - dan beberapa Eks Kader PRD sedang mencoba membangun alat baru, sekalipun masih sangat embrional.
e. Belakangan ini, kaum pergerakan di Jakarta (baik secara organisasi maupun individu) sedang mencoba membangun alat propaganda bersama (dalam bentuk terbitan) sekaligus media untuk menjembatani perdebatan – perdebatan di antara kelompok gerakan, di samping meregulerkan forum – forum diskusi.[14]
f. Dalam hal tuntutan, sekalipun masih bergerak dalam respon terhadap dampak, namun tuntutan – tuntutan yang menohok pada jantung kepentingan imperialisme juga sudah mulai muncul, terutama soal hutang luar negeri, [15] Isu Nasionalisasi Industri Tambang, [16] juga mulai di angkat, walau kebanyakan oleh elit – elit politik, [17] sementara unsur – unsur gerakan masih sangat sedikit yang mengangkat ini, demikian juga dengan Industrialisasi Nasional.
g. Dalam hal kesadaran untuk berkuasa, masih sedikit kelompok gerakan yang memiliki kesadaran itu – dengan kapasitas gerakannya masing – masing – seperti yang di tunjukan oleh kelompok tani dan didukung oleh LSM yang kemudian membentuk Partai Perserikatan Rakyat – yang awalnya diarahkan untuk bertarung dalam pemilu 2009 – atau WALHI yang juga berencana membentuk partai politik. Di lingkaran PRP cs, wacana – wacana merebut kekuasaan makin sering di munculkan, termasuk dalam slogan – slogan aksi “buruh berkuasa, rakyat sejahtera “. Bahkan dalam kongres Federasi Serikat Buruh Karya Utama (salah satu anggota KASBI yang paling signifikan) ada desakan agar membentuk partai politik.
h. Peningkatan perlawanan rakyat, sayangnya tidak terpimpin oleh gerakan revolusioner, sehingga energi yang besar dari perlawanan rakyat tidak terakumulasi menjadi kekuatan perubahan atau dengan bahasa lain, terjadi kekosongan kepemimpinan perlawanan rakyat, padahal rakyat sudah tidak percaya lagi pada kepemimpinan elit ( parpol ) yang ada di parlemen. [18]
Pertarungan Elit Politik Busuk ( Parpol ) di tengah perlawanan rakyat melawan Neoliberalisme :
SBY – JK yang sedari awal adalah Boneka Imperialis, dengan segala upaya tetap menjalankan agenda – agenda neoliberalisme di Indonesia ( Instruksi Presiden no 3 tahun 2006, tentang paket kebijakan perbaikan iklim investasi yang turunannya antara lain revisi UUK 13/2003 – walupun gagal, namun di siasati dengan Peraturan Pemerintah dan RUU Penanaman Modal – sekarang telah jadi UU semakin mempertegas posisi agen imperialis.
Tentu saja pelaksanaan neoliberlisme di Indonesia, mendapatkan perlawanan dari rakyat dalam berbagai bentuk seperti yang telah di sebutkan di atas, sehingga mau tidak mau, SBY – JK terpaksa harus memberikan konsesi/sogokan kecil dan sementara, yang sesungguhnya tidak akan mampu menjawab keresahan massa.
Disisi lain, seluruh kekuatan politik mainstream (kekuatan politik parlemen ), sedang berlomba – lomba menjadi agen imperialis, sehingga sangat nampak dalam pertarungan politik sehari – hari ( apalagi tahun – tahun kemarin, tahun ini dan hingga tahun 2009, banyak momentum pergantian kekuasaan, Pilkadal maupun Pemilu). Terbongkarnya skandal korupsi KPU, DKP, Reshufle kabinet, Interpelasi DPR adalah bukti – bukti semakin kuatnya pertarungan di antara partai – partai besar. Disisi lain, perpecahan partai juga meluas. PDIP pecah dengan muculnya PDP, PKB dengan munculnya PKNU, demikian juga partai Demokrat yang di tinggalkan banyak tokoh – tokoh pendirinya. Kemunculan Hanura yang di ketuai oleh Jendral Wiranto – yang sebelumnya adalah Capres dari Partai Golkar – juga menunjukan persaingan ini.
Di sisi lain, tekanan dari DPD untuk mengamandemen UUD 1945, agar DPD juga mempunyai fungsi yang sama dengan DPR, menunjukan bahwa borjuasai lokal sedang bergeliat dan bertarung dengan borjuasi nasional.
Pertemuan Politik PDIP dan Golkar di Medan baru – baru ini, menurut saya lebih menegaskan semakian menguatnya pertarungan politik di antara faksi – faksi borjuis.
Dengan kosongnya kepemimpinan gerakan rakyat yang sedang melawan dan sangat mungkin berkembang menjadi huru – hara , dan di tengah persaingan politik antara antek – antek imperialis, akan ada bahaya manipulasi gerakan perlawanan rakyat oleh salah satu faksi Borjuis demi memantapkan posisinya sebagai agen imperialis ( bukankah PDIP mencari muka dengan menjadi partai oposisi, [19] PKS dengan citra bersih, PKB mencoba membangun citra sebagai partai hijau – partai peduli lingkungan – Bahkan Partai Cendana, membangun citranya sebagai Partai yang mendengar Nurani Rakyat – Partai Hanura - )
Taktik intervensi pemilu :
1. Intervensi pemilu dalam banyak pengalaman, tidak hanya dalam bentuk ikut menjadi peserta pemilu, ada bentuk intervensi lain, seperti Boikot Pemilu (menggagalkan pemilu dengan gerakan massa, demi kepentingan massa rakyat luas), atau Golput Aktif (seperti yang dilakukan oleh PRD tahun 1997 dengan mengkampanyekan Mega-Bintang-Rakyat untuk melawan Orde Baru – Gokar, Tentara, Birokrasi, Soeharto – atau seperti yang dilakukan Chavez tahun 1994, dengan mendelegitimasi pemilu dengan Propaganda Bukan Pemilu, tapi Majelis Konstituante. Kedua contoh di atas, secara nyata menunjukan keberhasilannya, Soeharto Jatuh tahun 1998 termasuk mendesak Militerisme hingga terpojok. Chaves menang pemilu di tahun 1998, dan berhasil membuat UUD yang sangat demokratis.
2. Kegagalan Papernas (dianggap demikian oleh sebagaian kawan), menjadi peserta pemilu, di sebabkan oleh 3 faktor utama, yakni :
a. Syarat pemilu yang sedemikian tidak demokrataisnya
b. Upaya menghancurkan Papernas secara fisik
c. Kemampuan Papernas menghadapi 2 hal di atas.
Semua kawan tentu saja sudah tahu(harusnya), bahwa membangun Partai Orang Miskin, Partai Alternatif, Partai Perjuangan, Partai yang anti Imperialis dan Bonekanya, pasti akan dihambat sekuat-kuatnya oleh siapapun yang menjadi musuh – musuh rakyat, sehingga seharusnya sedari awal PAPERNAS disiapkan untuk sanggup menghadapi kemungkinan ini. Jikapun kemarin, tidak ada serangan, atau dalam penstrukturan, kita mampu memenuhi syarat administrasi, maka PAPERNAS pasti lolos? Belum tentu, karena sangat mudah bagi siapapun musuh rakyat untuk menggagalkan PAPERNAS. Bisa dengan menyogok satu struktur, sehingga mundur, atau menangancam satu struktur, atau menyogok intansi terkait agar tidak meloloskan papernas, dan lain – dan lain kemungkinan. Dan kemungkinan itu selalu ada, selama PAPERNAS adalah Partai Perjuangan Rakyat Miskin.
Sekalipun terlambat dalam hal menguatkan PAPERNAS, namun bukan berati tidak bisa dilakukan kedepannya, apalagi kemunculan PAPERNAS telah memberikan harapan (dilihat dari luasnya struktur yang bisa didapat PAPERNAS) bagi rakyat, sehingga justru kedepan ini penguatan PAPERNAS menjadi keharusan, agar sanggup menanggung beban harapan rakyat miskin, yang penuh dengan rintangan, penuh dengan perjuangan, penuh dengan pengorbanan. Aksi, Pendidikan, Bacaan harus menjadi kombinasi pekerjaan penguatan, yang bermuara pada perluasan struktur.
Dengan semakin menguatnya PAPERNAS – tentu dengan dukungan rakyat yang makin meluas pula – hambatan UU maupun Respresif akan semakin sanggup diatasi, bahkan bisa dikalahkan. Atau dengan kata lain, PAPERNAS bisa ikut PEMILU atau PAPERNAS malah berhasil memimpin penggulingan Rezim sebelum pemilu.
Lalu bagaimana dengan peluang koalisi yang sebenarnya peleburan/menyatu dengan partai lain :
1. Harus di invetarisir partai mana yang bisa diajak menyatu. Tentunya berbasis pada kebijakan – kebijakan mereka selama ini terhadap rakyat miskin. Apakah ada partai yang lolos pemilu 2004, membela rakyat miskin? Tidak ada. Kalau ada, tidak perlu kita bangun PAPERNAS, cukup kita masuk ke partai tersebut.
2. Jika tidak ada partai yang membela rakyat miskin, apakah ada potensi partai yang nantinya mau membela rakyat miskin. Ini tentunya mesti dibuktikan dengan adanya kesepakatan programatik yang jelas,tegas membela rakyat miskin sekalipun tidak semua program perjuangan rakyat miskin disepakati.
3. Karena tidak semua program(apalagi karena fakta-fakta sejarah partai tersebut tidak membela rakyat miskin), maka harus ada kesepakatan di intenal PAPERNAS, bahwa PAPERNAS tetap akan melakukan kritik kepada Partai-partai yang menjadi sekutu dalam koalisi atau peleburan disamping PAPERNAS bebas melakukan aktifitas Ideologi, Politik, Organisasinya di luar hal – hal yang bisa disepakati bersama. Kesepakatan Intenal PAPERNAS ini, juga di bawa ke koalisi, dan jika tidak diterima, maka PAPERNAS harus keluar dari koalisi ini.
4. Dalam hal koalisi atau peleburan, kehendak untuk menjadikan PAPERNAS sebagai Ormas harus ditolak atau di siasati kalau mungkin. Jika UU yang mengatur koalisi atau peleburan mengharuskan PAPERNAS dibubarkan, maka dicari siasatnya agar PAPERNAS tidak bubar. Jika tidak ditemukan siasat, maka PAPERNAS harus keluar dari koalisi.
5. Jikapun semua syarat ini dipenuhi, tetap saja pekerjaan koalisi bukan pekerjaan pokok, melainkan sekunder, pekerjaan pokok PAPERNAS adalah membangun Ideologinya sendiri, Politiknya Sendiri, Membangun Organisasinya sendiri yaitu IPO pembebasan rakyat miskin.
1 Mempertahankan Politik Papernas Sebagai Alternatif
- Kehendak untuk membangun PAPERNAS sebagai PARTAI POLITIK sepenuhnya di sadari sebagai jawaban atas TIDAK ADANYA PARTAI POLITIK (tentu saja ada PARTAI RAKYAT DEMOKRATIK namun kekuatannya kecil, dan PAPERNAS inipun adalah salah satu upaya PRD untuk membesarkan kekuatan RAKYAT) yang mampu memberikan jalan keluar bagi rakyat miskin Indonesia yang sedang di hancurkan oleh Imperialis (dengan kebijakan neoliberalisme) melalui boneka – bonekanya, bahkan bisa di katakan SEMUA PARTAI POLITIK di PARLEMEN adalah BONEKA-BONEKA IMPERIALIS.
- Itulah yang kemudian di rumuskan dalam Plafform Anti Imperialis ( dengan TRIPANJI) dan Program Demokratisasi termasuk budaya.
- Tentu saja kehendak ini tidak mudah, karena kekuatan politik pro imperilisme dengan berbagai cara telah dan akan terus berupaya menghancurkan PAPERNAS. serangan-serangan yang dilakukan oleh milisi-milisi reaksioner menunjukan bahwa kekuatan anti rakyat tidak menghendaki adanya PAPERNAS.
- Dengan demikian, keberadaan PAPERNAS sebagai PARTAI POLITIK sekalipun nantinya TIDAK LOLOS sebagai PESERTA PEMILU, HARUS TETAP DIPERTAHANKAN, untuk memberikan JALAN TERANG BAGI PERJUANGAN RAKYAT.
2. Mendorong Pembukaan Ruang Demokrasi Dengan Melakukan Mobilisasi–Mobilisasi Massa yang simultan dengan pendidikan dan bacaan
- Karena saat ini, demokrasi yang dibangun oleh kekuatan politik anti rakyat adalah demokrasi semu, demokrasi bagi orang kaya, maka tugas PAPERNAS adalah menjadi pelopor bagi perjuangan untuk membongkar keterbatasan dari demokrasi ( termasuk mekanisme pemilu) dan menuntut pembukaan ruang demokrasi yang lebih luas.
- Pembukaan ruang demokrasi ini, tidak bisa diletakkan dengan cara – cara lobby ataupun konspirasi elit, melainkan dengan melakukan mobilisasi – mobilisasi massa yang terorganisir.
- Dengan semakin terbukanya ruang demokrasi-sebagai hasil perlawanan rakyat yang dikobarkan oleh PAPERNAS-akan semakin memudahkan rakyat dan PAPERNAS untuk mendapatkan kemenangan-kemenangannya.
- Mobilisas massa sadar, itulah kuncinya, karena mobilisasi massa rakyat sadar, adalah sejatinya kekuatan perubahan. Mobilisasi – mobilisasi yang simultan dengan pendidikan, bacaan, akan terus meningkatkan kapasitas rakyat, meluaskan struktur dan akhirnya kekuatan besar rakyat miskin yang sanggup menentukan sejarhanya sendiri
3. Mengefektifkan Kepemimpinan Organisasi-Organisasi massa yang tergabung dalam PAPERNAS dalam perjuangan di sektornya masing – masing
- Dalam hal membesarkan PAPERNAS ( sebagai PARTAI FRONT ) maka, organisasi – organisasi yang mendukung dan terlibat dalam pembangunan Papernas selama ini, harus di dorong untuk membangun gerakan dan memimpin di sektornya masing – masing sekaligus membesarkan dirinya ( melakukan perluasan struktur)
- PAPERNAS sebagai PARTAI memberikan arah bagi perjuangan sektor yang di pimpin oleh ormas-ormas pendukung papernas. Ini salah satu kelemahan yang menonjol dalam kerja – kerja kemarin. Karena ini hanya kelemahan, maka kedepan ini bisa diperbaiki, dengan membuat rumusan yang tepat mengenai perjuangan masing – masing sektor ( tentu dengan perpesktif perjuangan teritorial )
- Potensi pembangunan ormas (ataupun ormas lokal yang telah terbentuk) hasil dari kerja pembangunan Papernas segera di satukan dengan ormas nasional. Sebagai contoh, di buruh saja, ada 3 serikat buruh yang tergabung yaitu SBTPI, FNPBI dan GSPB, namun belum terpimpin dalam satu kepemimpinan ormas, yang membuat gerak masing – masing ormas ini masih fragmentasi.
4. Mendorong Persatuan Dengan Kelompok Gerakan Lain.
- PAPERNAS sebagai Front dalam Bentuk Partai, bukanlah akhir dari pembangunan persatuan, melainkan baru tahap awal untuk membangun persatuan gerakan rakyat yang lebih luas. Oleh karena itu, ke depan, titik tekan pekerjaan pembangunan persatuan menjadi kerja utama dengan membuat panggung – pangung bersama yang terus dimajukan hingga menjadi alat persatuan yang permanen ( bisa bergabung ke papernas, bisa alat persatuan lain di mana papernas menjadi salah satu unsurnya )
- Pembangunan Front Persatuan yang lebih luas, dilakukan dengan Organisasi – Organisasi yang paling banyak irisan kesamaannya dengan papernas baik irisan programatik, irisan metode, irisan struktur maupun wilayah, sekalipun semua potensi lainnya harus tetap diajak untuk bersatu.
5. Menguatkan Intenal PAPERNAS
- Meregulerkan koran Berdikari, dan membangun komite – komite berdikari
- Membuat terbitan internal (khusus pengurus papernas)
- Membuat sekolah partai dan meregulerkan pendidikan alternatif
- Membuat satgas – satgas pengaman partai- di PKS namanya kepanduan –
- Membangun budaya mandiri dalam hal pendanaan, dalam berbagai bentuk mulai dari iuran hingga pembentukan unit usaha partai.
Catatan Kaki:
[1] Koordinator Departemen Perjuangan Rakyat DPP PAPERNAS
[2] Data statistik yang di keluarkan oleh BPS bulan mei 2007 menunjukan, bahwa saat ini ada 10,55 juta orang. Namun menurut Drajad Wibowo, jumlah pengangguran di Indonesia lebih tinggi dari data yang di keluarkan BPS. Republika Online, 16 mei 2007.
[3] Dr.Ir Eddy Yusuf dalam tulisannya di Harian Pikiran Rakyat 16 januari 2007
[4] Investasi di sektor riil dalam kurun waktu 2006, hanya 2,91 % lebih rendah di bandingkan tahun 2005 yang mencapai 10,8 %. Sementara untuk pasar saham dan modal mencapai Rp 142,5 triliun. Dana tersebut terdiri dari Rp 77,2 triliun yang ditempatkan di SUN, Rp 45,3 triliun di SBI, dan sekitar Rp 20 triliun diinvestasikan di pasar modal.
[5] Kompas, 2 juni 2007.
[6] Kompas, 3 mei 2007.
[7] Secara keseluruhan proyek syarihaisasi daerah telah meliputi 6 Propinsi, 38 Kab. 12 Kotamadya dengan total aturan syariah 8 Perda Propinsi, 6 Qanun Propinsi, 1 SK Gubernur, 41 Perda Kabupaten, 8 Surat Edaran Bupati, 7 SK Bupati, 2 Renstra (Rencana Strategis) Kabupaten, 7 Perda Kota dan 2 Intruksi Walikota. (Jurnal Reform Review,Vol I, april – juni 2007).
[8] Yang paling mendapatkan perhatian dan solidaritas adalah penembakan petani di Pasuruan oleh TNI AL, yang menyebakan terbunuhnya 4 orang petani.
[9] Yang paling sering di intimidasi adalah partai persatuan kita, PAPERNAS. Juga ada kelompok – kelompok lain yang mengalami intimidasi seperti diskusi toko buku ultimus, pertemuan eks gerwani dll.
[10] Yang terakhir (22/07) adalah pembubaran Diskusi Lintas Agama di Solo “ Membangun Ketahanan Masyarakat Sipil Tanpa Kekerasan “ oleh aparat kepolisian karena desakan dari Laskar Umat Islam Solo.
[11] Ini hanya sebagian kecil dari aksi – aksi pemblokiran jalan yang di lakukan rakyat pada tahun 2007. Belum termasuk aksi – aksi pemblokiran jalan pada tahun 2006 atau sebelumnya.
[12] Dokumen hasil – hasil konferensi nasioanal ABM juli 2006. Bisa juga di baca dalam Max Lane "Bangsa yang belum selesai, Indonesia sebelum dan sesudah Soleharto"
[13] Khusus untuk jaringan AGRA, upaya persatuan yang dilakukan masih sebatas lingkaran mereka sendiri – dan cenderung sektarian -
[14] Awalnya gagasan ini muncul pada saat pertemuan Parung, yang di fasilitasi oleh ABM dan FSPI pada bulan januari 2007, namun baru terlaksana sekarang.
[15] Sebagaian gerakan buruh, tani, mahasiswa, kaum miskin kota dan juga LSM telah mengangkat isu penghapusan hutang luar negeri dalam aksi – aksi nya.
[16] Survey LSI bulan meret 2007 menunjukan bahwa 49,2 % rakyat (responden) menghendaki pertambangan di kelola oleh negara bukan asing. Dalam survey yang sama; 76, 7 % tidak setuju penjualan perusahaan negara ke swasta (privatisasi).
[17] Bukan karena kesungguhan untuk melawan Imperialisme, melainkan sekedar menaikan bargain di depan faksi – faksi borjuis lainnya.
[18] Survey LSI di bulan maret 2007 menunjukan bahwa 65 % responden merasa kepentingan, aspirasi, dan keinginan politiknya tak terwakili oleh sikap dan perbuatan partai politik yang ada, dan hanya 23 % yang mempunyai loyalitas terhadap partai – partai parlemen sekarang ini. Popularitas SBY – JK pun menurun tajam, dari 80% dan 77 % pada awal berkuasa, menjadi 49,7% dan 46,9%.
[19] Survey LSI yang sama juga menunjukan bahwa jika pemilihan di lakukan pada saat ini (saat survey di lakukan), maka PDIP menempati urutan pertama (19,7 %) namun masih jauh di bawah rakyat (responden) yang belum menentukan pilihan (30,6%).
-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar