Kamis, 21 Februari 2008
Diskusi ini dihadiri oleh Ika, Christin, Lia, Eka, Nurita, Hani, Ve, dan Winda.
Sebelum diskusi kawan–kawan menyiapkan diri, white board, dll, untuk persiapan. Sekitar pukul 15:45, diskusi kami mulai. Diskusi dibuka dengan membaca materi yang sudah disediakan oleh Ika. Dalam materi dapat dipelajari beberapa istilah dalam feminisme, diantaranya, jender, seks, perbedaan jenis kelamin dan gender, pembagian jender atau peran jender serta patriarkhi. Setelah selesai membaca pengertian dari istilah–istilah tersebut di atas, diskusi dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh kawan Ika.
Materi ini diawali dengan memaparkan perbedaan jender dengan seks. Dari pemaparan itu, beberapa kawan mulai melontarkan pendapatnya. Seperti Eka yang mengungkapkan bahwa jender adalah jenis kelamin sosial. Menurut ciri-ciri yang disebutkan, jender adalah sesuatu yang terbentuk dari proses sosial sehingga ia dapat berubah sewaktu-waktu, sesuai dengan perkembangan masyarakatnya. Demikian seterusnya, sehingga kawan – kawan yang hadir sudah mampu membedakan apa itu jender dan apa itu seks.
Berikutnya kita membahas mengenai kodrat. Banyak dari mereka yang berpendapat bahwa kodrat adalah hal yang tidak bisa dipertukarkan dengan laki-laki, seperti kodrat perempuan adalah melahirkan, menyusui dan hamil. Christin melontarkan pernyataan bahwa kodrat perempuan memang berada di bawah laki-laki, karena menurut agama pun sudah dikatakan seperti itu—bahwa kedudukan perempuan memang ada di bawah laki-laki. Akan tetapi, ia tetap berpendapat bahwa dalam pengambilan keputusan laki-laki juga tidak boleh semena-mena. Hal yang kemudian menjadi pertanyaan adalah, dimanakah konsep subordinat antara laki-laki terhadap perempuan, ketika setiap orang tidak punya hak untuk semena-mena terhadap orang lain?
Dalam perdebatan – perdebatan selanjutnya, kami banyak membahas mengenai pembedaan peran berdasarkan jender. Misalnya dalam hal pekerjaan, muncul pertanyaan dari Ve, kenapa ketika laki-laki dianggap perkerja produktif dan perempuan pekerja reproduktif, padahal fenomenanya sekarang banyak buruh –buruh perempuan? Dari pertanyaan Ve, kita kemudian membahas mengenai konsep kapitalisme yang juga berperan dalam proses penindasan perempuan, dimana ketika kondisinya masih patriarkis, dimanfaatkan oleh kapitalisme untuk merekrut buruh – buruh dengan gaji murah.
Selanjutnya, kawan-kawan juga melihat adanya beban ganda yang dialami oleh perempuan. Perempuan yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan juga harus bertanggung jawab terhadap kehidupan – kehidupan domestik.
Setelah berdiskusi ria selama kurang lebih dua jam, beberapa kawan melontarkan beberapa pendapatnya, berdasarkan diskusi yang baru saja dilakukan, Eka menyarankan agar diskusi selanjutnya mengambil tema tentang wacana jender yang dikaitkan dengan agama. Sebagaimana kita tahu, di beberapa ayat-ayat dalam kitab suci tertera kalimat yang menandakan bahwa posisi perempuan ini di bawah laki-laki.
Selain itu juga muncul pertanyaan dari Christin, tentang bagaimana partisipasi perempuan ketika mereka berada di parlemen? Itu adalah sebuah bukti bahwa perempuan pun juga diberi kesempatan untuk berpolitik. Dalam menjawab pertanyaan itu, Ika mencoba memulai dengan menjelaskan secara singkat aliran-aliran dalam feminisme. Di beberapa aliran terdapat beberapa perbedaan dalam menganalisa akar permasalahan perempuan. Sehingga, ketika dikaitkan dengan konteks parlemen, ketika sudah ada perwakilan perempuan di dalam parlemen, maka artinya, sudah pasti setara kondisi perempuan dengan laki – laki? Pendapat lain menganggap bahwa tidak cukup dengan hanya duduk di parlemen, tapi harus juga mengusung program-program yang pro terhadap perempuan.
Diskusi serupa akan dilaksanakan setiap Kamis.
*Dilaporkan oleh Ika Pratiwi, organizer kelompok studi Suara Perempuan untuk Kesetaraan (SUPERSTAR) dan mahasiswa Hub. International pada Univ. Pembangunan Nasional Veteral (UPN) Yogjakarta-anggota Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika (JNPM). Ika juga aktif dalam Komite Perjuangan Papernas untuk Politik Alternatif (KP3A)-Jogjakarta—yakni bagian Papernas yang menolak politik koalisi dengan partai-partai reformis gadungan dan sisa lama, untuk wilayah Jogjakarta, seluruh anggota Papernas (kecuali 2 orang) menolak politik koalisi.
-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar