Oleh: Dian Trisnanti
Kontributor Jogja
Dalam aksi mimbar bebas yang dikemas dengan unik tersebut, LMND-PRM mengajukan tuntutan agar SBY-JK mundur karena jelas tidak sanggup menyelesaikan krisis yang terjadi. Kenaikan harga kebutuhan pokok semisal tidak bisa diatasi dengan resep neoliberalismenya, sementara produktivitas dalam negri terus mengalami kehancuran. Seperti rendahnya produktivitas kedelai lokal yang pada tahun 2007 hanya mencapai 620.000 ton (Deptan 2007). Padahal, sebagaimana yang dijelaskan oleh LMND-PRM dalam pernyataan sikapnya yang dibacakan oleh Juru Bicara LMND-PRM Paulus Suryanta Ginting, 15 tahun lalu petani kedelai di Indonesia pernah memproduksi kedelai sampai 1,8 juta ton. Angka itu terus menurun seiring dengan makin meningkatnya harga kedelai dan ketergantungan terhadap kedelai impor dari Amerika Serikat. Ketergantungan tersebut, lanjut Paulus Suryanta Ginting diakibatkan oleh diambil alihnya peran Bulog sebagai satu-satunya importir kedelai di Indonesia oleh importir swasta. Kenaikan harga kedelai dan sembako tersebut juga dipicu oleh nainya harga pangan dunia. Tercatat, harga gandum sebagai bahan pokok terigu di dunia terus mengalami kenaikan. Solusi pemerintah dengan membebaskan bea impor, dinilai tidak akan memberi jalan keluar karena tetap menyandarkan pada impor dan resep neoliberalisme yang menjebak Indonesia pada lilitan utang. Solusi yang diberikan oleh pemerintah tersebut sudah cukup menjelaskan keberpihakan SBY-JK terhadap kepentingan neoliberalisme sehingga tidak ada jalan lain bagi rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan membentuk organisasi-organisasi yang merupakan embrio dari pemerintahan rakyat miskin.
Berikut tuntutan-tuntutan aksi LMND-PRM:
1. SBY-JK turun, harga turun
2. Pendidikan dan kesehatan gratis
3. Subsidi sembako untuk rakyat
4. Hapus utang luar negeri
5. Adili, sita harta Suharto dan kroni-kroninya
6. Penuhi sembako oleh Bulog dari negara lain dengan kas, barter dan utang
7. Tolak penggusuran
8. Perluas lahan, berikan modal dan teknologi pertanian di bawah komite tani
Kontributor Jogja
Melambungnya harga-harga kebutuhan pokok yang semakin menghimpit kehidupan rakyat mengundang respon dari berbagai elemen masyarakat. Hampir di setiap sudut di Indonesia terjadi aksi massa menolak kenaikan harga kebutuhan pokok yang tidak diimbangi dengan kenaikan daya beli masyarakat. Demikian pula halnya dengan DIY, yang beberapa kali dipenuhi oleh aksi massa menolak kenaikan harga. Jika beberapa saat lalu ARPY Aliansi Persatuan Rakyat Pekerja, melakukan aksi turunkan harga, maka pada hari Kamis (14/2) LMND- PRM (Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi- Politik Rakyat Miskin) menggelar aksi mimbar bebas dengan isu yang sama, yakni menolak kenaikan harga. Berbeda dengan aksi-aksi sebelumnya di provinsi yang sedang diperdebatkan keistimewaannya ini, aksi yang dilakukan oleh LMND-PRM dilakukan dengan kemasan yang unik. Beberapa massa aksi mewarnai muka mereka dengan tepung kanji yang sudah dicampur dengan pewarna. Tak pelak lagi, aksi mereka mengundang perhatian warga yang sedang melewati perempatan kantor pos besar. Beragam reaksipun bermunculan. Tampak ibu-ibu, tukang becak mengacungkan tangan mereka seakan memberi dukungan yang sekaligus menunjukkan kesepakatan atas tuntutan penolakan kenaikan harga yang mempersulit hidup mereka. Bahkan, anak-anakpun tak luput memperhatikan aksi yang mungkin bagi merek acukup unik dengan meminta foto bersama. Namun, tidak semuanya memberi dukungan, beberapa pengguna mobil pribadi bersikap acuh.
Dalam aksi mimbar bebas yang dikemas dengan unik tersebut, LMND-PRM mengajukan tuntutan agar SBY-JK mundur karena jelas tidak sanggup menyelesaikan krisis yang terjadi. Kenaikan harga kebutuhan pokok semisal tidak bisa diatasi dengan resep neoliberalismenya, sementara produktivitas dalam negri terus mengalami kehancuran. Seperti rendahnya produktivitas kedelai lokal yang pada tahun 2007 hanya mencapai 620.000 ton (Deptan 2007). Padahal, sebagaimana yang dijelaskan oleh LMND-PRM dalam pernyataan sikapnya yang dibacakan oleh Juru Bicara LMND-PRM Paulus Suryanta Ginting, 15 tahun lalu petani kedelai di Indonesia pernah memproduksi kedelai sampai 1,8 juta ton. Angka itu terus menurun seiring dengan makin meningkatnya harga kedelai dan ketergantungan terhadap kedelai impor dari Amerika Serikat. Ketergantungan tersebut, lanjut Paulus Suryanta Ginting diakibatkan oleh diambil alihnya peran Bulog sebagai satu-satunya importir kedelai di Indonesia oleh importir swasta. Kenaikan harga kedelai dan sembako tersebut juga dipicu oleh nainya harga pangan dunia. Tercatat, harga gandum sebagai bahan pokok terigu di dunia terus mengalami kenaikan. Solusi pemerintah dengan membebaskan bea impor, dinilai tidak akan memberi jalan keluar karena tetap menyandarkan pada impor dan resep neoliberalisme yang menjebak Indonesia pada lilitan utang. Solusi yang diberikan oleh pemerintah tersebut sudah cukup menjelaskan keberpihakan SBY-JK terhadap kepentingan neoliberalisme sehingga tidak ada jalan lain bagi rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan membentuk organisasi-organisasi yang merupakan embrio dari pemerintahan rakyat miskin.
Berikut tuntutan-tuntutan aksi LMND-PRM:
1. SBY-JK turun, harga turun
2. Pendidikan dan kesehatan gratis
3. Subsidi sembako untuk rakyat
4. Hapus utang luar negeri
5. Adili, sita harta Suharto dan kroni-kroninya
6. Penuhi sembako oleh Bulog dari negara lain dengan kas, barter dan utang
7. Tolak penggusuran
8. Perluas lahan, berikan modal dan teknologi pertanian di bawah komite tani
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar