21 Januari 2008

[Sikap] REFORMASI DI TUBUH MILITER: BOHONG!

Tangkap Aparat Polisi Pelaku Penembakan
Anggota Serikat Pengamen Indonesia (SPI) Cabang Madiun

Kemarin, tanggal 17 Januari 2008, pukul 09:00 WIB, Tri Joko Kuncoro, seorang anggota Serikat Pengamen Indonesia (SPI) cabang Madiun ditembak aparat polisi setelah berpidato dan mengamen dua lagu kerakyatan, Negeri Kami dan Marsinah, di dalam bus kota. Oknum polisi tersebut menyuruh Tri Joko turun dari bus dan menembaknya dari dalam bus. Peluru bersarang di tangan kirinya, dan hingga kini masih dirawat di Rumah Sakit Karang Menjangan Surabaya.

Baru saja terjadi penembakan sipil oleh militer di Karawang, kini terjadi lagi penembakan sipil oleh (oknum) aparat (kepolisian) di Madiun, setelah rangkaian kejadian penembakan serupa kerap dilakukan militer terhadap sipil. Oleh pemerintah SBY-JK beserta aparatus lagislatif dan yudikatifnya, kejadian tersebut selalu disimpulkan sebagai pelanggaran yang dilakukan oleh oknum aparat militer (seringkali prajurit berpangkat rendah), atau dalam beberapa kasus lainnya (terakhir kasus Alas Tlogo) dianggap sebagai pembelaan diri. Sehingga jalan yang mereka tempuh hanya sebatas tes psikologi penggunaan senjata pada aparat; menyerahkan penyelesaiannya pada mekanisme peradilan militer, dan sejenisnya, yang sama-sama tidak menghendaki kontrol sipil di ranah militer.

Dwi fungsi tentara/militer adalah ideologi sesat yang masih terus dipelihara di kepala setiap prajurit militer di Indonesia hingga saat ini; yang dengan rapi disusun lewat berbagai kurikulum pendidikan Lemhanas; yang pasca reformasi mulai disambung-sambungkan dengan penegakan HAM (palsu) dan reformasi tentara. Penghapusan dwi fungsi tentara, padahal, telah dikanalisasi/dibatasi hanya pada penghapusan kursi tentara di DPR, tidak dilanjutkan dengan (i) pembubaran berbagai badan teritorial tentara—termasuk Muspida dan Muspika; (ii) pembubaran Lemhanas—yang mengajarkan teori reformasi tentara dari induk semangnya, AS, yang justru pelaku pelanggaran HAM terbesar di dunia; (iii) perombakan sistem pendidikan ketentaraan; (iv) pemutusan hubungan kemiliteran dengan AS. Tanpa keempat hal pokok ini, reformasi tentara sama saja BOHONG. Para prajurit tentara berpangkat rendah (secara psikologi dan institusional) akan tetap menodongkan senjatanya sewenang-wenang pada rakyat miskin sebagai musuhnya, dan mencucukkan hidungnya pada para Jenderal dan partai orang-orang kaya agen imperialis sebagai tuannya.

Secara politik, berbagai kejadian penembakan tersebut, dapat dilihat sebagai bentuk-bentuk peristiwa yang menunjukkan bahwa (1) aparat militer terus bergerak mengendap-ngendap mencari celah untuk menjarah ranah sipil kembali, bahkan sekarang semakin terbuka untuk bergerak naik, selain karena ruang politik yang memang dibuka untuk mereka, juga oleh sebab tersedianya landasan hukum perundang-undangan bagi represifitas mereka (seperti perda-perda KUHP dan perda-perda ketertiban umum yang mengkriminalisasi orang miskin); (2) Ilusi bahwa militer masih bisa dikontrol oleh sipil—misalnya dengan adanya kementerian pertahanan dan keamanan, yang menterinya seorang sipil—tak terbukti di lapangan, mereka tetap saja tak bisa dikontrol.

Dibukanya ruang politik bagi militer untuk masuk ke ranah sipil (baca: pengaruh militer di partai-partai semakin kuat) adalah bukti oportunisme kaum reformis yang mengkhianati tugas-tugas reformasi,yakni, menuntaskan dwi fungsi tentara. Kaum reformis gadungan semacam itu, tak terkecuali, beramai-ramai menjilati kaki tentara demi memperoleh ceceran kekuasaan dalam setiap pemilihan umum. Saking oportunisnya, mereka kini sanggup memaafkan Soeharto—bahkan meminta rakyat untuk turut memaafkannya; bergandengan tangan dengan mesin politik tentara di era Orba (Golkar); menjual diri pada parta-partai restorasi tentara dan orde baru (PKPB; PKPI dsb). Merekalah (kaum reformis gadungan yang menjadi benalu reformasi) yang telah meninggalkan janji reformasinya, dan paling bertanggung jawab terhadap revitalisasi dwi fungsi tentara saat ini, sehingga harus turut bertanggung jawab terhadap penembakan-penembakan yang dilakukan tentara terhadap sipil.

Oleh karena itu, kami, Komite Politik Rakyat Miskin-Partai Rakyat Demokratik (KPRM-PRD), menyerukan:
1. Tangkap aparat polisi pelaku penembakan anggota SPI Madiun;
2. Cabut pasal-pasal KUHP dan Perda-perda yang mengkriminalisasi orang miskin;
3. Tuntaskan dwi –fungsi tentara hingga ke akar ideologinya:
· Bubarkan badan teritorial tentara—termasuk Muspida dan Muspika,
· Bubarkan Lemhanas,
· Rombak total sistem pendidikan tentara,
· Putuskan hubungan kemiliteran dengan AS
4. Jangan percaya pada sisa-sisa Orde Baru; jangan percaya kaum reformis gadungan; jangan percaya partai-partai lama;
5. Bentuk jaringan pergerakan rakyat miskin yang semakin meluas dan menyatu.
6. Bangun Politik Rakyat Miskin untuk Kekuasaan Rakyat Miskin

Kami juga mengajajak seluruh elemen demokratik untuk membuat pernyataan solidaritas dan menembuskannya pada kontak-kontak berikut ini:
- Mapolda Jawa Timur: No Fax 031-8280887
- Mabes POLRI: Telp./Faks.: 021-720 7277
- Komnas HAM: Telp 021- 392 5227-30; Fax. 021-392 5227
- Polres Jakarta Selatan: Telp. 021-7206004, 7206011/13, 7221205

LAWAN PENJAJAHAN ASING DENGAN GERAKAN RAKYAT,
LAWAN SISA ORDE BARU DAN REFORMIS GADUNGAN

Jakarta, 18 Januari 2008
KOMITE POLITIK RAKYAT MISKIN – PARTAI RAKYAT DEMOKRATIK
(KPRM-PRD)

LAMPIRAN:
Kronologis Kejadian oleh Andi Ramadani

KRONOLOGIS PENEMBAKAN KAWAN TRI JOKO KUNCORO (KOJEK)

Sekitar jam 08.30 tgl 17 Januari 2008 kawan Tri Joko Kuncoro (Kojek) sendirian sampai di pos ojek Gading (daerah Ringroad), kemudian kawan Kojek naik bus AKAS jurusan Ponorogo – Surabaya untuk memulai aktivitasnya berkarya. Dalam perjalanan sepanjang jalan Ringroad kota Madiun, kawan Tri Joko Kuncoro (Kojek) menyanyikan 2 lagu yang berjudul Negeri Kami dan Marsinah. Setelah selesai 2 lagu tersebut, kawan Tri Joko Kuncoro (Kojek) mulai mengharap bunga-bunga sosial dari penumpang bus AKAS. Tiba di kursi oknum anggota polri yang bernama Briptu Joko Sutrisno (Anggota Sat Reskoba Polsek Metro Kebayoran Baru Jakarta) baju kawan Kojek di tarik, kemudian keluar kata-kata “turun kamu” lalu kawan Kojek turun dari bus. Kemudian kawan Kojek berjalan ke belakang bus di ikuti oleh Briptu Joko dari belakang. Belum sampai kawan Kojek turun dari bus (dalam posisi kaki kiri turun dan kaki kanan masih dalam bus) Briptu Joko menembak lengan kawan Kojek (kejadian sekitar jam 09.00). Kemudian kawan Tri Joko Kuncoro (Kojek) lari melapor di pos polisi terdekat (dekat dengan terminal timbang), lalu di respon oleh anggota sat lantas polresta Madiun dan mengejar bus AKAS tersebut. Kemudian bus AKAS dapat di hentikan di daerah Balerejo Kabupaten Madiun. Sampai dengan sekarang proyektil yang bersarang di lengan kawan Kojek masih belum diambil serta tulang lengan kawan Kojek pecah (ada dalam foto rontgen). Kemudian sekitar jam 12.00 kawan Kojek dirujuk ke RS di Karang Menjangan Surabaya dengan ambulans polri. Tadi siang Kapolresta Madiun yang diwakili oleh Kapolsekta Manguharjo meminta maaf atas nama institusi kepolisian dan juga berjanji akan menanggung semua biaya perawatan kawan Kojek sampai sembuh.

Madiun, 17 Januari 2008
23.30
Andy Ramadhani

Tidak ada komentar:

TERBITAN KPRM-PRD