23 Januari 2008

[Papernas] PROPOSAL POLITIK: INTERVENSI PEMILU 2009 DENGAN KOALISI ELEKTORAL

PROPOSAL POLITIK [1]

INTERVENSI PEMILU 2009 DENGAN KOALISI ELEKTORAL


I. PENGANTAR: LATAR BELAKANG PENGAJUAN PROPOSAL

Semangat pendirian Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas) didasarkan oleh penilaian atas kondisi obyektif, yang garis besarnya dapat dijelaskan kembali secara ringkas sebagai berikut: a) serangan imperialisme terhadap kesejahteraan rakyat semakin gencar terjadi; b) mayoritas kelas elit setia menjadi perantara sekaligus mandor bagi kepentingan imperialisme (modal asing); c) keresahan rakyat terus meningkat dan melahirkan perlawanan-perlawanan namun masih fragmentatif, dapat dikanalisasi secara prosedural dalam demokrasi liberal, dan miskin orientasi politik; d) belum ada alternatif yang sanggup tampil ke arena politik untuk memimpin, mengolah, dan mengarahkan keresahan rakyat tersebut menjadi perjuangan anti imperialisme yang efektif.

Papernas telah menentukan platform anti imperialisme (program Tripanji) sebagai garis batas bagi pembangunan front persatuan anti imperialis, baik dengan unsur-unsur gerakan maupun unsur-unsur moderat. Dalam proses sebelumnya, upaya membangun persatuan ini belum membuahkan hasil yang signifikan, baik dengan unsur-unsur gerakan (lewat KPGR, ABM, dan PPR) ataupun dengan unsur-unsur moderat (intelektual, tokoh-tokoh politik, agamawan, ekonom, tokoh LSM, budayawan, dll).

Situasi obyektif (kegagalan mengkonsolidasikan sekutu) ini memaksa Papernas mengambil garis konsentrasi perluasan struktur, agar dapat memenuhi prosedur formal, dalam kerangka taktik intervensi Pemilu 2009. Dalam proses ini pun Papernas kembali dihadapkan pada hambatan lain yaitu, teror, intimidasi, dan propaganda hitam, serta rencana parpol-parpol besar untuk membatasi parpol peserta pemilu melalui Rancangan Paket UU Politik yang bertentangan dengan demokrasi. Khusus persoalan kedua, tidak hanya dihadapi oleh Papernas melainkan juga oleh partai-partai baru lainnya, dan juga sejumlah partai peserta pemilu 2004 yang tidak lolos Electoral Threshold. Situasi ini mendorong sejumlah partai untuk menyatukan kekuatan, baik dalam kepentingan untuk lolos sebagai peserta pemilu 2009, maupun kepentingan menghadapi dominasi partai-partai tradisional.

Di satu sisi, RUU Politik yang tidak demokratis jelas merugikan kepentingan strategis perjuangan massa, karena akan menghambat partisipasi politik rakyat lewat pembentukan alat politik/partai. Sebagai partai yang berwatak demokratik, RUU Politik kita (Papernas) tentang dengan berbagai cara sesuai kapasitas yang dimiliki. Namun di sisi lain, seperti disebutkan sebelumnya, situasi ini telah mendorong parpol-parpol yang terjerat UU Politik lama (UU No. 31 tahun 2002 dan UU No. 12 tahun 2003) tersebut untuk membuka pintu rumah masing-masing bagi terbangunnya koalisi. Tak luput, Papernas sebagai bagian dari partai-partai yang de facto telah berdiri dan meluas, berada dalam situasi ini.

Pertanyaan yang mengemuka bagi kita, sebagaimana telah disampaikan oleh DPP Papernas lewat SK Nomor: 043/DPP-PAPERNAS/A/V/2007 tentang Usulan Perubahan Taktik Intervensi Pemilu, adalah: apakah intervensi Pemilu 2009 tetap dipandang sebagai sesuatu yang obyektif dibutuhkan, dalam kerangka taktik menghadapi imperialisme? Bila tidak, seperti apakah garis politik lain yang dapat dijalankan oleh struktur Papernas sampai Pemilu 2009? Bila ya, terdapat kenyataan Papernas belum sanggup (berdasarkan laporan organisasi) memenuhi syarat-syarat yang diciptakan rejim, apakah melakukan koalisi dengan partai lain dapat menjadi kesepakatan kita untuk pilihan kerja politik ke depan?

Sebagai salah satu inisiator dan pendiri Papernas, Partai Rakyat Demokratik (PRD) ingin urun rembug bersama kawan-kawan sekalian untuk menentukan arah perjuangan ke depan dalam Sidang Presidium Nasional yang terhormat ini. Proposal taktik Koalisi yang sekarang berada di tangan kawan-kawan dapat diperiksa ketepatan dan kekeliruannya secara prinsip. Setelah itu, apabila secara prinsip dinilai tepat oleh forum Presidium Nasional, maka perhatian dapat kita majukan pada rincian kerja yang harus dilakukan dalam keranga taktik koalisi tersebut. Proposal ini akan membahas antara lain: 1) Situasi Obyektif Nasional; 2) Program Perjuangan; 3) Strategi-Taktik Koalisi beserta skenarionya; 4) Konsekuensi Organisasi.

II. SITUASI NASIONAL

A. Situasi Nasional Umum;

Penghisapan imperialisme melalui praktik kebijakan neoliberal pemerintahan SBY-JK masih berlangsung masif, bahkan semakin menjadi-jadi dalam beberapa sektor ekonomi. Kondisi ini belum berubah signifikan, sebagaimana kesimpulan Kongres Pembentukan Papernas di Kaliurang Januari 2007 lalu. Demikian halnya dalam lapangan politik, belum ada suatu gambaran data maupun kejadian yang mengindikasikan adanya perubahan—yang mengharuskan kita meninggalkan arena elektoral—yang juga diamanatkan oleh Kongres Pembentukan Papernas di Kaliurang.

Saat ini kita membutuhkan garis strategi-taktik yang tepat dalam rangka menentang kepentingan imperialisme dan mendirikan kekuasaan politik baru yang pro kemandirian ekonomi nasional dan menyejahterakan rakyat. Strategi-taktik seperti apa yang akan diambil oleh Papernas ke depan harus berdiri di atas situasi obyektif, tidak hanya berdasarkan keinginan subyektif. Untuk itu kita dapat periksa kembali sekilas perkembangan situasi obyektif, terutama dalam aspek-aspek yang perlu diperjelas dan dipertegas. Aspek-aspek tersebut adalah:

Pertama, EKONOMI: dalam kaitan dengan potensi krisis yang signifikan, kita bisa mengacu pada lontaran pendapat sejumlah pengamat (khususnya dari Tim Indonesia Bangkit) yang mengingatkan bahaya krisis ekonomi jilid dua. Sebenarnya ini bukan hal baru. Seperti yang diakui oleh Joseph E. Stiglitz, lonjakan dan luruhan (booming dan krisis) selalu menyertai ekonomi pasar, dan sudah berlangsung sejak abad ke-17.

Prediksi akan bahaya krisis terakhir didasarkan pada kondisi adanya bubble financial (penggelembungan di sektor keuangan) bukan gelembung pada sektor riil yang diakibatkan over produksi. Pada tahun 2002, Alan Greenspan, mengeluarkan prediksi serupa, sebelum gelembung tersebut meletus dan menghasilkan merosotnya suku bunga Bank Sentral hingga 0,2%, (rekor terendah dalam beberapa tahun). Untuk konteks Indonesia sekarang, meski bila gelembung finansial ini meletus, dan tentunya dalam bentuk flight out capital, apakah akan menimbulkan kepanikan yang menyeret keluar long term capital (modal jangka panjang) yang telah ditanamkan? Seberapa juah modal jangka panjang tersebut berjumlah signifikan, sehingga menimbulkan dampak pada aktivitas ekonomi riil (penutupan pabrik secara besar-besaran, kenaikan harga-harga kebutuhan pokok secara drastis, dsb)? Bukankah justru negeri ini sekarang membutuhkan long term capital yang tak kunjung meningkat karena menggantungkan harapan pada ‘kebaikan hati’ foreign investment semata?

Kesimpulan dari paparan di atas adalah belum tersedia syarat bagi krisis ekonomi jilid dua yang berdampak luas, mendalam, dan tiba-tiba terhadap rakyat. Prediksi akan adanya siklus krisis mungkin saja terjadi—dengan meletusnya bubble financial, namun apakah ekses-eksesnya akan seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998, tak ada yang bisa memastikan. Dengan demikian, potensi krisis yang mungkin akan muncul tidak sampai menghasilkan krisis revolusioner. Untuk menghasilkan krisis politik sekalipun (dengan level lebih rendah dari krisis revolusioner) membutuhkan adanya perpecahan yang akut di antara faksi-faksi borjuasi. Sejauh ini potensi perpecahan yang akut belum terlihat, karena setiap tarik menarik kepentingan dapat diselesaikan secara damai di meja konsesi. Seandainya ada pihak yang dikorbankan, akan dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga tidak menjadi gejolak yang tidak terkendalikan.

Kedua, POLITIK: kecenderungan mundurnya capaian demokrasi dalam beberapa aspek tidak terlepas dari pertarungan faksi-faksi politik di level domestik dalam tekanan imperialisme. Indikasi kemunduran capaian demokrasi yang paling kentara saat ini adalah; 1) Rancangan UU Politik yang menghambat partisipasi politik rakyat; 2) Berkembangnya wacana negara teologi yang disertai dengan aksi-aksi kekerasan pihak lain yang tidak sealiran. Hambatan bagi partisipasi politik rakyat lewat paket Rancangan Undang-Undang Politik yang tidak demokratis, didasarkan pada kepentingan stabilisasi politik dalam periode usaha ‘memapankan’ sistem kapitalisme-neoliberal. Dalam operasionalisasinya, kepentingan ini cocok dengan keinginan beberapa faksi politik borjuasi (terutama Golkar dan PDIP) untuk tetap mendominasi kekuasaan politik.

Pertanyaan penting dalam konteks penentuan taktik kedepan adalah, apakah kemunduran capaian demokrasi ini, termasuk meluasnya pengaruh kekuatan politik konservatif, telah menutup peluang perlawanan terhadap imperialisme sebagai persoalan pokok rakyat Indonesia sekarang? Kita sama-sama sepakat bahwa tidak demikian keadaannya. Celah untuk melawan imperialisme tetap terbuka, baik di arena parlamenter maupun ekstra parlamenter. Kita juga sekata, bahwa upaya memundurkan demokrasi ini harus dilawan, agar semakin lapang jalan bagi rakyat untuk berdaulat sepenuhnya. Perlawanan ini nyata sedang kita lakukan.

Ketiga, KESADARAN MASSA RAKYAT: serangan imperialisme dan ketidakbecusan pemerintah telah memperluas keresahan dan mendorong kesadaran untuk melawan. Aksi massa terjadi di mana-mana, di sektor apa saja, yang terjadi hampir setiap hari. Nyaris tak ada hari yang dilewatkan oleh media massa untuk memberitakan adanya aksi massa. Aksi massa tidak sekedar buah dari demokrasi, tapi juga sarana bagi terbangunnya kedaulatan rakyat. Jumlah aksi massa yang tak pernah surut dan jenis tuntutan yang makin beragam, menandakan bahwa semakin luas unsur yang terkena dampak dari penghisapan ekonomi imperialis.

Namun, sebagian besar dari aksi-aksi ini masih berada di bawah pengaruh kesadaran reformis yang dapat diselesaikan dengan sogokan dan konsesi-konsesi. Karena itu, masih ada potensi rakyat akan kembali terseret menurut kehendak partai-partai dan elit tradisional dalam suatu momentum politik yang muncul.

Lebih gamblang dapat dijelaskan bahwa perkembangan kuantitatif tersebut belum sanggup mengatasi kelemahan mendasar dari seluruh perlawanan tersebut, yaitu; fragmentatif dan ketidakjelasan orientasi politik. Sebagian besar fragmen perlawanan berwatak spontan yang tidak terjangkau pengaruh unsur-unsur pergerakan, sehingga terseret ke dalam arus politik elit; baik dalam tuntutan, metode, maupun kompromi-komprominya.

Terdapat pula sebagian fragmen perlawanan yang berada di bawah pengaruh unsur-unsur politik konservatif. Contoh yang dapat disebut di sini antara lain; aksi-aksi Serikat Pekerja Nasional (SPN) yang berada di bawah pengaruh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), atau Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang berada di bawah bayang-bayang birokrat peninggalan Orde Baru yang berafiliasi pada Partai Golkar.

Kaum pergerakan adalah salah satu fragmen dari luasnya fragmen rakyat yang berlawan. Sebagai salah satu fragmen, kaum pergerakan juga masih terpisah-pisah lagi ke dalam detail fragmen yang lebih luas, baik dalam hal pilihan praktik politik maupun pilihan alat yang digunakan. Mayoritas dari fragmen kaum pergerakan (yang relatif kecil dalam perimbangan dengan kekuatan elit secara keseluruhan) belum mempunyai orientasi politik, atau masih ragu-ragu dan lamban menentukan sikap. Sementara itu bagian lain unsur gerakan menginduk pada partai politik dengan kategori tengah. Sebagai akibatnya, massa rakyat yang berada di dalam pengaruh unsur-unsur ini ikut-ikutan terseret arus politik elit pada tiap momentum yang berulang. Jadi, meskipun berada di dalam pengaruh unsur gerakan nasib massa ini tak ada bedanya dengan massa yang melawan secara spontan.

Esensi dari situasi ini adalah arena politik gerakan massa masih berada di bawah kendali politik parlamen, yang notabene masih didominasi oleh kekuatan elit. Sebenarnya kesadaran bahwa arena politik elektoral dan parlamen penting untuk dimasuki sudah muncul di sebagian kalangan gerakan, namun masih sangat kecil. Indikasinya dapat dilihat dari pendirian alat politik seperti Partai Perserikatan Rakyat (PPR), Sarekat Hijau (sayap politik WALHI sebelumnya bernama BP3OPK), dll. Namun lemahnya komitmen persatuan, serta dominannya unsur gerakan yang masih bimbang dalam orientasi politik, telah melemahkan potensi kekuatan-kekuatan ini untuk menjadi alternatif politik yang diidam-idamkan.

Keempat, KONDISI SUBYEKTIF KUALITAS GERAKAN RAKYAT yang masih ekonomis, spontan, dan terfragmentasi dalam banyak isu, tuntutan, sektor, dan lokalis, di atas membutuhkan satu alat politik yang luas dan terbuka untuk menaikkan kesadaran ekonomis menjadi kesadaran politik. Kebutuhan lainnya, sesuai gambaran situasi, adalah menyatukan isu politik sebagai platform bersama, serta menyatukan gerakan yang sepontan dan terfragmentasi menjadi satu gerakan politik yang luas, massif dan terencana untuk merebut kekuasaan.

B. Situasi Khusus di Lapangan Politik

Situasi khusus berikut ini merupakan gambaran dari praktik empirik Papernas dalam usaha menjadi peserta Pemilu 2009, serta usaha merangkul sekutu menghadapi imperialisme.

1. Sebagai Partai yang dipersiapkan untuk terlibat sebagai peserta Pemilu 2009 maka fokus dan konsentrasi Papernas diarahkan untuk memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh berbagai peraturan yang diciptakan oleh partai-partai tradisional. Langkah ini dijalankan dengan konsentrasi pada perluasan struktur Partai, baik di level provinsi (DPD I), kabupaten/kota (DPD II), sampai ke kecamatan-kecamatan (DPK).

2. Dalam perjalanan tersebut, kita dihadapi oleh dua hambatan situasi obyektif dan sederet persoalan kapasitas subyektif organisasi. Hambatan situasi obyektif adalah; pertama, upaya pembatasan jumlah partai dan jumlah partai peserta pemilu lewat Paket Rancangan Undang-Undang Politik yang tidak demokratis; kedua, represi dan serangan-serangan terhadap Papernas yang dilakukan oleh sisa-sisa kekuatan orde baru beserta kelompok-kelompok reaksioner bertamengkan agama.

3. Setelah melakukan evaluasi dan penilaian berdasarkan laporan perluasan struktur di berbagai daerah, seperti dalam aspek perbandingan antara capaian struktur yang telah dihasilkan, kekurangan yang harus dikejar, serta pertimbangan waktu dan sumber daya yang tersedia, maka DPP Papernas sampai pada kesimpulan bahwa Papernas belum mampu menutupi kekurangan syarat untuk maju sendiri sebagai peserta pemilu 2009.

4. Atas kesimpulan tersebut maka Papernas harus segera menentukan langkah politik selanjutnya, agar capaian struktur yang telah dihasilkan tidak sia-sia dan dapat terus memanfaatkan arena politik yang terbuka bagi perjuangan menghadapi imperialisme.

5. Pada saat yang sama, sebagian besar partai baru dan partai lama yang tidak lolos Electoral Threshold (ET) untuk menjadi peserta pemilu 2009, menghadapi situasi yang mirip dengan yang dihadapi oleh Papernas. Bahkan partai-partai dengan perolehan kursi menengah di DPR seperti PBR, PDS, dan PBB pun telah menyatakan ketidaksanggupan memenuhi syarat-syarat yang ada dalam RUU Politik yang baru maupun UU Politik yang berlaku sekarang. Upaya bersama untuk melawan hambatan partisipasi politik sudah mulai dilakukan, atara lain dengan membentuk Aliansi Partai Politik untuk Keadilan.

6. Dalam kerja politik tersebut kita menghadapi realitas Partai-Partai yang tetap berkeinginan untuk terlibat sebagai peserta Pemilu 2009 di tengah berbagai keterbatasan subyektif masing-masing. Seiring dengan itu, mencuat pula sentimen anti terhadap parpol-parpol tradisional yang telah memaksakan RUU yang tidak demokratis, terutama terhadap PDIP dan Partai Golkar. Khusus dalam hal ini, pilihan bagi partai-partai tersebut pun tak jauh dari dua opsi: 1) berusaha penuhi syarat-syarat verifikasi yang sangat berat; atau, 2) berkoalisi dengan partai lain sehingga mencapai Electoral Threshold 3 % sekaligus menyatukan kekuatan menghadapi dominasi dan tidak demokratisnya partai-partai tradisional.

7. Lewat serangkaian penjajakan dan investigasi, dapat disimpulkan bahwa peluang bagi Papernas untuk tetap terlibat mengintervensi pemilu 2009 masih terbuka melalui koalisi taktis dengan parpol-parpol peserta pemilu 2004 yang menggabungkan diri. Dalam hal ini, peluang kongkrit yang terbuka adalah membentuk koalisi taktis bersama Partai Bintang Reformasi (PBR) dan Partai Pelopor. Perlu diinformasikan bahwa gabungan prosentase perolehan kursi PBR dan Partai Pelopor di DPR RI memenuhi syarat 3% untuk lolos menjadi peserta pemilu 2009.

8. Situasi organisasi-organisasi gerakan yang sebelumnya bersama unsur Papernas terlibat dalam pembentukan KPGR masih menjalin hubungan, namun tidak dalam kerangka kerja sama taktik parlamenter. Pembuatan terbitan bersama (koran bersama) yang mulai dicetus dapat menjadi media kampanye program dan strategi-taktik Papernas, namun belum dapat diukur sejauh mana efektivitas kampanye dapat mengerucut pada orientasi politik yang akan dipraktikkan bersama. Koran bersama ini lebih menitikberatkan telaah dan eksplorasi situasi obyektif, dan sedikit ruang untuk perdebatan baik tentang strategi-taktik maupun program perjuangan. Dalam hal ini posisi Papernas mendukung upaya gerakan untuk menemukan suatu agenda kerja bersama, namun tanpa meninggalkan kebutuhan praktis politik yang terus berdinamika. Sederhananya, kita mendukung setiap upaya penyatuan gerakan, namun dukungan tersebut disertai upaya menarik perhatian gerakan terhadap kebutuhan obyektif yang bersifat praktis.

III. PROGRAM PERJUANGAN

Secara umum dan prinsipil, program perjuangan tidak berubah dari yang telah dipublikasikan sebelumnya dalam dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh Papernas. Sebagai penyegaran, berikut gambaran program yang akan diperjuangkan oleh Papernas pada lapangan front persatuan dan di arena pemilihan umum 2009.

A. Menegaskan kembali imperialisme sebagai persoalan pokok rakyat Indonesia, oleh karena itu platform persatuan yang dibangun adalah anti imperialisme, pro kemandirian ekonomi, dan kerakyatan.

B. Menegaskan kembali bentuk eksploitasi yang pokok adalah jerat utang luar negeri, penguasaan sumber daya alam, dan superior dalam penguasaan pasar. Eksploitasi ini semakin melemahkan industri nasional—yang pada dasarnya, industri nasional kita, memang tidak lewati kelahiran dan pertumbuhan dengan pasokan gizi yang memadai.

C. Karena itu solusinya adalah Tri Panji Persatuan Nasional untuk Kesejahteraan Rakyat: 1) Nasionalisasi industri pertambangan; 2) Hapus utang luar negeri; 3) Industrialisasi Nasional.

Catatan:

1. Program-program tuntutan mendesak (masalah kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, upah, tanah dan pupuk, dll) disesuaikan dengan potensi sektoral, teritorial, ataupun politik nasional, dalam batasan-batasan minimum program demokratik. Program-program demokratisasi dan penghadangan terhadap kecenderungan anti demokrasi dari sejumlah individu/kelompok politik, akan terus di olah peluang politiknya secara nasional.

2. Program yang tercantum di atas akan diperjuangkan agar menjadi platform dan program perjuangan dari Partai Koalisi.

3. Kompromi terhadap program yang harus diusung oleh Partai Koalisi diperkenankan sejauh tidak bertentangan, dan tanpa mengikat kebebasan Papernas (sebagai bagian tersendiri) untuk tetap mengkampanyekan program-program yang diyakini kebenarannya.


IV. STRATEGI – TAKTIK: FRONT PERSATUAN DAN KOALISI ELEKTORAL

1. Front Persatuan adalah salah satu aspek pokok dalam perjuangan melawan imperialisme. Ia menjadi pokok karena perimbangan kekuatan politik yang masih timpang, antara yang menentang imperialisme dan yang mendukungnya. Sejauh unsur-unsur pendukungnya di dalam negeri masih dominan di lapangan politik, dan menguasai alat-alat kekuasaan negara, dan di lain pihak terdapat potensi unsur-unsur yang menentangnya, maka politik front persatuan mutlak kita butuhkan.

2. Papernas, meski saat ini merupakan front dari berbagai organisasi kerakyatan, namun bukan bentuk final dari front persatuan. Karena itu kita masih berkesempatan untuk meluaskan front persatuan ini dengan merangkul unsur-unsur lain (moderat ataupun radikal) yang memiliki pandangan sesuai dalam batas-batas tertentu dalam menghadapi kepentingan imperialisme. Mungkin benar, tesis bahwa jika Papernas dapat lolos sendiri menjadi peserta pemilu 2009 maka keuntungan organisasi-politik akan lebih maksimal. Namun realitasnya kita tidak bisa lolos sendiri, dan kesempatan untuk memanen keuntungan politik-organisasi pun tetap terbuka lewat Koalisi.

3. Koalisi obyektif dapat dijalankan selama masih dalam batas-batas politik yang menguntungkan bagi front persatuan. Kongkritnya, koalisi ini jangan sampai bertentangan dengan program perjuangan, harus mencerminkan persatuan dalam aspek program, struktur, dsb.

4. Syarat-syarat atau batasan dalam pembangunan Partai Koalisi secara prinsip: a) calon sekutu menerima platform dasar kita yaitu anti imperialisme atau dalam bahasa lainnya; b) calon sekutu bukan berasal dari unsur kekuatan pokok penopang orde baru atau kekuatan reaksi yang anti demokrasi.


Potensi manfaat dari politik front persatuan dalam taktik Partai Koalisi adalah:

1. Front Persatuan dalam bentuk Partai Koalisi dapat dijadikan ajang bagi Papernas untuk mengkampanyekan program perjuangan melawan imperialisme beserta program-program mendesaknya (Tripanji, program tuntutan sektoral dan teritorial mendesak, serta program-program demokratik lainnya).

2. Dapat dijadikan alat bagi Papernas untuk menarik unsur-unsur anti imperialis dari kaum demokrat yang bersimpati pada perjuangan rakyat Indonesia melawan imperialisme dan kaki-tangannya.

3. Papernas dapat mengkonsolidasikan dan memajukan politik Partai Koalisi agar arah perjuangan Partai Koalisi sejalan dan menguntungkan bagi perjuangan rakyat melawan imperialisme dan kaki-tangannya.

4. Kepemimpinan Papernas dalam Partai Koalisi akan dapat efektif dijalankan dengan menjadi kekuatan yang paling aktif dan maju dalam keseluruhan kerja Partai Koalisi. Kekuatan Papernas dalam Partai Koalisi harus membangun hubungan yang erat dengan kekuatan gerakan rakyat. Dalam praktisnya, kekuatan Papernas di dalam Partai Koalisi harus merangkul unsur-unsur maju di dalam Partai Koalisi, mempengaruhi—atau setidaknya menetralisir—unsur-unsur yang labil, dan mengisolir unsur-unsur yang konservatif di dalam Partai Koalisi.

Tujuan dari politik front persatuan dalam Partai Koalisi:

1. Dalam jangka panjang mengarahkan dan menjadikan Partai Koalisi sebagai salah satu alat perjuangan rakyat melawan imperialisme. Untuk dapat memaksimalkan tujuan jangka panjang ini, setiap peluang untuk memperbesar dan menguasai struktur-sturktur dalam Partai Koalisi harus diambil dan dimanfaatkan oleh kekuatan Papernas.

2. Dalam jangka pendek di lapangan momentum Pemilu 2009 menjadikan Partai Koalisi sebagai corong penyampaian program-program Papernas kepada massa rakyat, memperjuangkan secara maksimal kandidat-kandidat calon legislatif, dan juga eksekutif jika peluangnya tersedia, yang dimajukan oleh Papernas di dalam Partai Koalisi.

Bagaimana taktik koalisi ini akan dijalankan:

1. Mengingat kekuatan Papernas yang masih relatif kecil, maka taktik koalisi ini dijalankan dengan menjadikannya sebagai agenda prioritas. Proses menuju koalisi ini menjadi perhatian pokok dalam aspek kerja-kerja politik, kerja-kerja organisasi, dan arahan kepada alat-alat perjuangan lainnya (Papernas beserta ormas-ormas pendukung).

2. Alat politik yang ada, baik Papernas, unsur-unsur ormas pendukung Papernas, serta potensi gerakan yang muncul di luar Papernas, diolah sebagai mesin, panggung, sekaligus organisasi mobilisasi politik dalam taktik koalisi, dan menjadi alat pendukung bagi elemen (individu-individu) Papernas yang berjuang di dalam Partai Koalisi.

3. Kekuatan Papernas dan ormas-ormas yang tergabung di dalamnya merupakan penyangga pokok bagi panggung mobilisasi politik. Oleh karena itu untuk dapat menarik keterlibatan dan dukungan rakyat ke dalam lapangan programatik Papernas, penting untuk memadukan penjelasan program-program mendesak Papernas dengan program-program mendesak sektoral dan teritorial.

4. Mobilisasi politik ini dijalankan secara nasional dan reguler di seluruh wilayah. Misalnya untuk tiap wilayah, diselenggarakan vergadering di ruang terbuka/tertutup, dan atau mobilisasi aksi menuntut setiap 3 (tiga) bulan sekali. Untuk dapat maksimal outputkota saja, terutama jika geografis antar kota dalam satu wilayah terlalu berjauhan. Sedangkan alat legal apa yang akan digunakan dalam pangung ini (apakah partai koalisi/papernas/ormas-ormas yang tergabung), disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan politik yang harus dinilai setiap saat.

5. Pembangunan kekuatan politik dan organisasi (struktur dan jaringan, logistik, serta kampanye program) dari Papernas beserta ormas-ormas pendukung harus dikonsentrasikan pada daerah-daerah pemilihan/dapil. Kita akan tentukan dapil yang kita pilih dan kemudian diperjuangkan dalam Partai Koalisi. Bila mengacu pada dapil Pemilu 2004 untuk skala nasional terdiri dari 69 Dapil, dengan catatan: kurang lebih setengah dari kursi legislatif nasional diperebutkan dalam dapil-dapil di Pulau Jawa. Untuk level provinsi sebanyak 200 dapil, dan untuk level kota/kabupaten sebanyak 1.696 dapil.

6. Jadi, setiap DPD Papernas (I dan II) dapat menentukan dapilnya masing-masing. Untuk DPD I bertanggungjawab terhadap dapil provinsi (gabungan kota/kabupaten menurut batasan jumlah penduduk). Sementara bagi setiap DPD II bertanggungjawab menentukan sekaligus berkonsentrasi pada gabungan kecamatan dalam tiap kota yang akan dijadikan prioritas. Penentuan ini berdasarkan perhitungan basis kekuatan di suatu wilayah. Ke arah gabungan dapil tertentu itulah kekuatan organisasi dan politik dari Papernas harus diarahkan. Logika elektoral dalam dapil mensyaratkan batas dukungan jumlah suara tertentu (bilangan pembagi pemilih maupun potensi dari rangkingisasi sisa suara) dari masing-masing parpol. Jadi jika terlalu luas dan tersebar suara/dukungan dari rakyat yang akan kita organisir akan merugikan kandidat-kandidat dari Papernas. Peluang untuk memenuhi kuota suara maupun rangkingisasi sisa suara menjadi tidak maksimal.

7. Untuk konteks DPD I, masing-masing DPD I Papernas dapat memajukan kandidat sesuai dapil-dapil yang berada di kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota. Hal ini akan diperjuangkan di tingkat pusat, juga ditentukan dalam perundingan dengan masing-masing parpol di wilayah-wilayah yang diserahkan ke unsur partai lain. Konsensus yang biasanya akan muncul dari unsur-unsur partai dalam partai koalisi adalah; parpol tsb akan meminta jatah sebagai kandidat utama dalam dapil di mana mereka dalam Pemilu yang lalu memperoleh kursi. Jika ternyata basis/kekuatan Papernas beririsan dengan dapil dengan tipe seperti ini, kita akan menjadi kandidat dengan urutan di bawah mereka. Situasi lainnya, jika dapilnya tidak beririsan kita bisa berunding untuk mengambil dari dapil yang lain dalam propinsi atau kabupaten/kota yang dimaksud. Kasus peluang yang muncul dari wilayah yang menjadi bagian dari parpol lain seperti di Lampung dan NTT. Di Lampung yang sebenarnya menjadi jatah PBR, anggota-anggota Papernas diminta untuk duduk bersama dengan orang-orang PBR di dalam struktur DPW/DPC, demikian juga nantinya di dalam penentuan dan penyusunan kandidat pada masing-masing dapil di Lampung. Peluang yang hampir sama juga muncul di NTT yang menjadi bagian dari Partai Pelopor –sebagian struktur Partai Pelopor loncat pagar ke Hanura. Sebagian struktur di DPW dan DPC-DPC relatif dekat dengan Papernas, bahkan sebagian dari struktur lama Pelopor sebelumnya sudah bergabung ke Papernas. DPP Partai Pelopor dan DPP Papernas juga sudah menyetujui konsensus bahwa DPP Pelopor mempersilahkan anggota-anggota Papernas untuk mengisi struktur Partai Pelopor yang kosong/mati/belum ada dari propinsi-propinsi yang menjadi jatah Partai Pelopor. Demikian juga konsensus dengan DPP PBR.

8. Dalam perspektif sampai dengan penetapan dapil secara resmi oleh KPU dan KPUD, dengan adanya taktik mengkonsentrasikan kekuatan pada dapil-dapil tertentu, berkonsekuensi adanya daerah (DPD I, DPD II, dan DPK) yang tidak menjadi konsentrasi. Jelasnya, terdapat tiga kategori wilayah yang akan dihadapi oleh Papernas beserta skenario-skenario garis taktik yang akan dijalankan:

a. Dapil yang, karena secara historis berhasil memperoleh suara signifikan, dijadikan dapil prioritas oleh sekutu (PBR atau Partai Pelopor) untuk meloloskan kandidatnya, sehingga peluang Papernas (karena tidak cukup kuat) untuk meloloskan kandidat sendiri menjadi kecil. Apabila struktur setempat tidak dapat dideploy untuk membantu dapil prioritas Papernas terdekat, maka struktur setempat dapat mengambil peran minimal dengan mengisi struktur tertentu di Partai Koalisi, atau mendukung secara maksimal kandidat dari unsur sekutu dengan memberi muatan programatik Papernas.

b. Dapil yang imbangan kekuatan relatif setara antara Papernas dengan salah satu sekutu (salah satu/tidak kedua-duanya, karena basis dukungan PBR dan Pelopor relatif tidak dalam teritori yang sama). Dalam situasi semacam ini, unsur Papernas sebisa mungkin telah mengambil posisi-posisi struktural dalam Partai Koalisi, untuk memudahkan negosiasi memasukkan kandidat Papernas di daftar caleg. Kompromi yang dilakukan dalam hal ini adalah menempatkan kandidat Papernas pada nomor urut selanjutnya.

c. Dapil di mana potensi basis dukungan Papernas lebih kuat dibandingkan unsur-unsur sekutu yang lain (PBR maupun Partai Pelopor).

d. Dapil di mana seluruh unsur Partai Koalisi tidak memiliki kekuatan signifikan. Dalam kasus ini, umumnya dilepas begitu saja kepada siapa yang mau mengisi (tanpa seleksi). Sehingga bila terdapat struktur kita (meskipun masih lemah dan tidak signifikan) dapat mengisi kekosongan tersebut.

9. Dalam taktik koalisi, ormas pendukung Papernas merupakan sayap-sayap sektoral dari Papernas (sesuai dengan potensi sektoral yang ada di masing-masing teritorial), yang bertugas mengorganisir dan memobilisasi massa, baik dengan program anti imperialisme, program tuntutan sektoral/teritorial, maupun program demokratik.


Perspektif Kerja Mendesak

1. Melakukan kerja kampanye dengan respon terhadap isu-isu demokratik dan kerakyatan, sesuai dengan kesanggupan interanal. Bentuk respon minimal dapat dilakukan dalam bentuk konferensi pers, pernyataan sikap, dll. Maksimalnya adalah dapat melakukan respon yang melibatkan massa secara aktif dalam bentuk aksi, vergadering, diskusi publik, dll.

2. Melakukan penjajagan dan menawarkan (atau mengundang untuk hadir dalam) agenda-agenda kerja bersama kepada sekutu di masing-masing daerah.

3. Memanfaatkan peluang untuk masuk dalam struktur kepengurusan Partai Koalisi dengan mengambil peluang yang tersedia saat ini di struktur partai sekutu. Minimal akan bermanfaat untuk membuka komunikasi yang intensif dengan jajaran dalam partai sekutu.

4. Dalam rangka menentukan dapil-dapil, setiap level struktur (DPD I, DPD II, dan DPK) melakukan pemetaan (geopolitik) kekuatan partai-partai calon sekutu dan kekuatan Papernas beserta ormas-ormas pendukungnya. Finalisasi pemetaan secara nasional dilakukan oleh DPP Papernas berdasarkan laporan dari setiap daerah.


V. ORGANISASI

Kerangka organisasi Papernas dalam taktik Koalisi:

1. Bentuk Partai Koalisi. Partai Koalisi ini diarahkan berbentuk fusi, sebagai penyesuaian terhadap Undang-Undang Pemilu No. 12 Tahun 2003 (Lihat Lampiran). Karena kemungkinan partai koalisi dalam bentuk Gabungan Partai Partai (GPP) sangat kecil peluangnya. Peluang yang terbuka adalah membentuk partai baru yang merupakan gabungan dari partai-partai untuk memenuhi syarat Electoral Threshold 3%, atau bergabung (dalam pengertian akomodasi individu) ke salah satu partai yang sudah lolos ET. Saat kita membangun Partai Koalisi, yang merupakan gabungan dari partai-partai, bisa benar-benar menggunakan nama baru, atau menggunakan nama dari salah satu partai yang tergabung dalam partai koalisi (penggunaan nama salah satu partai ini bisa bersifat sementara atau bisa seterusnya—tergantung pada tafsir hukum atas UU yang berlaku). Jika Partai Koalisi menggunakan nama baru, menurut tafsir resmi (dari KPU dan Depdagri), akan tetap diverifikasi oleh Dephukham meskipun telah memenuhi Electoral Threshold tiga per sen. Pilihan menggunakan salah satu nama dipandang akan lebih menguntungkan dalam kerangka mengambil panggung Pemilu 2009. Dengan lolosnya Partai Koalisi ke arena pemilu ditahap awal, maka konsentrasi organisasi dapat diarahkan pada tahapan kerja yang lebih maju.

2. Kedudukan Papernas. Penting untuk mempertahankan identitas Papernas sebagai sebuah organisasi sosial-politik. Kita memang menghadapi kendala, yaitu ketentuan UU Pemilu yang tidak mengijinkan keberadaan parpol-parpol di dalam satu bendera koalisi sebagai peserta pemilu. Namun terdapat celah hukum untuk tetap bertahan, tanpa harus menurunkan kualitas politik maupun organisasi yang telah dicapai. Hakekat Papernas sebagai partai politik tidak berubah, hanya saja secara formal kata “Partai” dapat dihilangkan atau diganti. Nama pengganti dapat kita sepakati bersama dalam forum Presidium Nasional ini, dengan memilih antara: a) Persatuan Pembebasan Nasional [disingkat Papernas]; atau, b) Partisan Persatuan Pembebasan Nasional [tetap disingkat Papernas].

3. Oleh karena itu keberadaan Struktur Papernas dari tingkat DPP, DPD I, DPD II, serta DPK, akan tetap kita pertahankan untuk menjalankan fungsinya, sebagai alat kampanye sekaligus alat gerakan anti imperialisme. Wujud praktis dari konsepsi ini adalah (di poin berikut):

4. Penempatan sumber daya Papernas. Prinsipnya setiap anggota Papernas yang ditugaskan, atau diperjuangkan, untuk duduk dalam struktur Partai Koalisi dapat merangkap posisi dengan yang ditempati semula. Begitu juga posisi di Ormas-Ormas yang tergabung dalam Papernas tidak berubah. Karena tekanan kerja organisasi dan politik di setiap wilayah/kota/kecamatan adalah menjadikan Papernas dan ormas-ormas pendukungnya sebagai mesin utama dalam membangun panggung-panggung vergadering dan aksi menuntut di setiap wilayah/kota/kecamatan. Prinsip selanjutnya adalah setiap peluang untuk menduduki struktur dalam partai koalisi harus diambil, karena ini akan sangat menentukan kekuatan Papernas untuk berjuang secara legal dan organsisasional di dalam Partai Koalisi.

5. Struktur Kerja Papernas. Secara formal dan praktis struktur kerja Papernas tetap seperti yang berjalan sebelumnya. Tekanan kerja saja yang lebih diarahkan untuk mempersiapkan dan menempa kemampuan menuju momentum pemilu 2009, khususnya taktik koalisi yang akan segera dijalankan. Dari struktur yang ada, variabel kerja umum yang penting baik di tingkat pusat maupun di daerah adalah:

a. Politik; tercakup penggalangan sekutu anti imperialisme dalam arena elektoral dan non elektoral. Dengan catatan sekutu elektoral menjadi prioritas sebagai konsekuensi pilihan politik untuk maju di lapangan elektoral. Juga penggalangan sekutu dalam kesamaan isu-isu demokratik, seperti RUU Politik, isu sektoral atau teritorial. Kerja politik termasuk menjadi juru bicara Papernas, melakukan kampanye program-program anti imperialisme dan pro kemandirian ekonomi yang kerakyatan;

b. Organisasi; tercakup perluasan struktur formal, struktur mobilisasi (mobilisasi massa dan jangka menengahnya mobilisasi suara saat pemilu), struktur distribusi bacaan, dan data base organisasi;

c. Keuangan/logistik; pemetaan dan penggalian potensi, baik di tingkat pusat maupun daerah-daerah. Sebaik-baiknya melibatkan massa/anggota untuk menemukan jalan keluar keuangan bagi suksesnya agenda-agenda kerja;

d. Bacaan dan pendidikan/diskusi; mengupayakan dukungan logistik dari pusat maupun daerah agar materi-materi bacaan dapat tercetak massal dan terdistribusi sesuai kebutuhan.

10. Struktur Organisasi Massa Pendukung Papernas. Di daerah-daerah yang telah ditetapkan sebagai dapil prioritas segera melihat potensi bagi pembangunan struktur ormas pendukung Papernas/sayap sektoral, sesuai potensi sektoral yang tersedia; apakah buruh (dibentuk struktur FNPBI), tani (STN), kaum miskin kota (SRMK), mahasiswa (LMND), seni-budaya (JAKER), perempuan (JNPM), dst.

Jakarta, 20 Agustus 2007

[1] PROPOSAL POLITIK: INTERVENSI PEMILU 2009 DENGAN KOALISI ELEKTORAL

Diajukan oleh Partai Rakyat Demokratik (PRD) dalam Forum Presidium Nasional PAPERNAS

Tidak ada komentar:

TERBITAN KPRM-PRD