08 Juli 2008

UNDANGAN: Sebuah LIBER AMICORUM, 80 Tahun Joesoef Isak



SEBUAH LIBER AMICORUM

80 Tahun Joesoef Isak

Seorang Wartawan, penulis dan, Penerbit HASTA MITRA



RANGKAIAN ACARA

Hari Minggu, 13 Juli 2008, jam 15.30 s/d selesai

Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki

Jl Cikini Raya N0 73, Jakarta-13310


Susunan Acara:

* Kesan-Kesan dari Sahabat:

Hersri Setiawan, Goenawan Mohamad, Sylvia Tiwon,

Max Lane, Hilmar Farid dan lain-lain


* Screening film dokumenter Joesoef Isak "Pikiran Orang Indonesia"
Oleh: Danial Indrakusuma, Wilson, dan Ferry.

* Peluncuran Buku "Liber Amicorum: 80 Tahun Joesoef Isak ,

Seorang Wartawan, Penulis dan Penerbit."

* Pentas Kesenian: Pembacaan Puisi oleh Putu Oka Sukanta, Paduan Suara Bhineka; Band Comrade;


Acara Diskusi

Diskusi buku "Liber Amicorum: 80 Tahun Joesoef Isak , Seorang Wartawan, Penulis dan Penerbit."

Hari, tanggal: Selasa, 15 Juli 2008

Tempat: Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Taman Ismail Marzuki

Pukul: 14.00-17.00 WIB.

Pembicara: Max Lane, Hilmar Farid, Asvi WA, Sylvia Tiwon

Moderator Agung Ayu.


Hormat kami

Panitia Perayaan 80 tahun Joesoef Isak dan

Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta

Kontak: Boni Triyana HP 081 5761 8327; e-mail: boni_triyana@yahoo.com

Karena Berlawan Dia Ada; Sekilas Joesoef Isak

Selama ini Joesoef Isak dikenal luas sebagai editor karya-karya Pramoedya dan pengelola penerbitan Hasta Mitra yang ia bangun bersama sahabatnya (almarhum) Hasjim Rachman dan Pramoedya Ananta Toer. Bersama Hasta Mitra dia tidak saja menerbitkan 'buku-buku bermutu', tapi juga menjadi satu 'simbol perlawanan' terhadap kekuasaan Orde baru dengan tidak memperdulikan berbagai larangan, teror dan status para pendirinya sebagai mantan tapol Pulau Buru.

Joesoef Isak lahir pada tanggal 15 Juli 1928 di Kampung Ketapang, Jakarta, sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara. Paska kemerdekaan, ia bergabung dengan surat kabar Berita Indonesia. Di usia muda ini pula ia mulai membaca karya-karya literatur dunia seperti Shakespeare, Marx, Bernard Shaw dan Freud, hingga musik klasik dari piringan hitam seperti Mozart, Bach atau Bethooven. Sampai sekarang mendengar musik klasik tetap menjadi salah satu santapan rohaninya.

Pada tahun 1949 Joesoef Isak bergabung dengan surat kabar Merdeka pimpinan B.M. Diah. Pada tahun 1960, Joesoef Isak menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Asian African Journalists Association (AAJA). Pada saat itu ia juga menjabat sebagai ketua PWI Jakarta dan Redaksi koran Merdeka. Karirnya di Merdeka ditandai dengan polemiknya dengan B.M. Diah sebagai cerminan dari dinamika politik Indonesia yang sehat dijaman itu.

Dalam berbagai pergolakan politik tahun 1960-an Joesoef kemudian semakin tampak dukungannya pada gagasan-gagasan Soekarno. Pembelaan bung Karno atas rakyat kecil, komitmennya mempersatukan bangsa tanpa tetesan darah, keberaniannya berdiri tegak menghadang dominasi negara-negara nekolim (neo kolonialsime dan imperialisme) semakin mendekatkan Joesoef Isak dengan gagasan-gagasan Bung Karno. Hingga kini, diusianya yang ke-80, gagasan-gagasan besar bung Karno tersebut tetap didukungnya.

Pada tanggal 1 Oktober 1965 sekelompok militer yang menamakan dirinya Dewan Revolusi melakukan penangkapan atas beberapa perwira tinggi Angkatan Darat yang dituduh telah membentuk Dewan Jendral untuk menjatuhkan pemerintahan Soekarno. Angkatan Darat di bawah pimpinan Soeharto dengan cepat mengambil alih keadaan dan menjadikan kejadian tersebut sebagai sebuah batu loncatan untuk melakukan 'kudeta merangkak' atas kekuasaan konstitusional Soekarno. Setelah mendapatkan legitimasi melalui Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (Supersemar) dan mengendalikan media, operasi penumpasan yang sistematis atas pendukung Soekarno baik di PNI maupun PKI mulai dijalankan. Jutaan orang dibunuh, ribuan orang hilang dan puluhan ribu lainnya ditangkap, disiksa dan dipenjarakan tanpa pernah diadili dan mengetahui apa kesalahan yang dilakukannya.

Dalam gelombang politik berdarah penegakan otoriterianisme ordebaru ini Joesoef Isak terseret dan ditangkap pada tahun 1968, lalu ditahan di penjara Salemba tanpa pernah diadili. Pada tahun 1978 Joesoef Isak dibebaskan dari penjara Salemba, tapi tetap berstatus sebagai tahanan rumah dengan wajib lapor dan beragam keterbatasan. Tapi dia tidak mau tunduk pada keadaan.

Pada bulan April 1980 Hasjim Rachman, Pramoedya dan Joesoef Isak mendirikan penerbit Hasta Mitra, nama yang diusulkan oleh Pramoedya. "Kami mau membuktikan kepada dunia bahwa dari Pulau Buru juga bisa lahir hal-hal yang positif, bukan hanya cerita sedih dan penderitaan saja," kata Hasjim ketika itu. Rumah Joesoef di kawasan Duren Tiga disulap jadi kantor dengan peralatan serba terbatas. Hanya ada satu mesin tik listrik Olivetti yang dipakai bergantian oleh Pramoedya dan Hasjim untuk menggarap pekerjaan mereka. "Modal awal kami ambil dari dapurnya Hasjim," kenang Joesoef.

Penerbitan tetralogi karya pulau Buru Pramoedya Ananta Teor Bumi Manusia, Jejak Langkah, Anak Semua Bangsa dan Rumah Kaca mendapatkan pembaca dan respon positif dari publik. Penguasa Orde Baru bereaksi dengan memberlakukan pelarangan. Suatu tindakan anti peradaban yang tidak diperdulikan oleh Hasta Mitra. Buku-buku Pramoedya terus diterbitkan apapun risikonya. Tak puas dengan pelarangan Orde Baru melakukan penangkapan atas tiga orang aktivis muda dari Yogyakarta: Isti, Bono dan Coki. Ketiganya diadili dengan pasal-pasal anti-subversi. Namun pengadilan ini justru menjadikan karya Pramoedya semakin populer dan dicari orang bahkan dalam bentuk fotocopian.

Setelah 32 tahun berkuasan, akhirnya pada bulan Mei 1998 Soeharto tumbang. Namun penerbit Hasta Mitra terus berdiri tegak. Buku-buku bermutu terus diproduksi oleh Hasta Mitra. Sumbangan terpenting Hasta Mitra dijaman reformasi adalah menerbitkan tiga jilid Kapital karya Karl Marx, intelektuil kelas dunia yang karya-karyanya tak pernah lapuk untuk dibaca di berbagai negeri selama ratusan tahun hingga sekarang ini.

Pada tahun 2004, atas komitmennya pada kebebasan, beliau mendapatkan penghargaan Jeri Laber International Freedom to Publish Award, di New York. Pada tahun 2005 beliau juga mendapatkan Wertheim Award dari Belanda dan PEN Keneally Award dari Australia. Pada tahun 2006 pemerintah Perancis menganugerahkan Chevalier dans l'Ordre des Arts et des Lettres atas perjuangannya untuk kebebasan berekspresi di Indonesia.

Pada usianya yang menginjak 80 tahun, ia masih selalu bergairah dan aktif menerjemahkan dan menjadi editor berbagai karya sastra, politik, sejarah dan buku bermutu lainnya.Tercatat, sudah sekitar 80 judul buku yang lahir di tangan Joesoef Isak bersama Hasta Mitra dan menjadi sumbangan penting pada perjuangan pembebasan nasional.


Tidak ada komentar:

TERBITAN KPRM-PRD