19 Desember 2008

Karyawan Semen Kupang Tuntut Pembayaran Upah

Pos Kupang.com - Suara Nusa Tenggara Timur

KUPANG, PK -- Karyawan PT Semen Kupang yang tergabung dalam Aliansi Buruh Menggugat (ABM) NTT, Rabu (17/12/2008) siang, kembali menggelar aksi unjuk rasa. Mereka menuntut pembayaran upah/gaji selama enam bulan beserta denda 100 persen dan tunjangan hari raya (THR). Mereka juga menolak privatisasi PT Semen Kupang.

Aksi ini merupakan yang ke sekian kalinya setelah PT Semen Kupang tidak beroperasi. Aksi unjuk rasa yang juga melibatkan anggota keluarga karyawan, dikoodinir Ir. Karolus K Hadjon, dengan sasaran pertama adalah Bank Mandiri Cabang Urip Soemahardjo. Bank Mandiri dianggap ikut bertanggung jawab menentukan nasib PT Semen Kupang beserta karyawannya karena merupakan pemegang saham terbesar PT Semen Kupang (37,38 persen). Pemegang saham lainnya adalah Pemerintah Pusat 38,48 persen dan Pemerintah Propinsi NTT melalui PD Flobamor 1,12 persen.

Mereka sempat diterima pimpinan Bank Mandiri Urip Soemahardjo dan menyampaikan tuntutan. Namun pimpinan Bank Mandiri Urip Soemahardjo menyatakan masalah ini menjadi kewenangan Bank Mandiri pusat.

Dari Bank Mandiri Urip Soemahadrjo, pengunjuk rasa bergerak ke kantor Gubernur NTT di Jalan El Tari. Niat mereka untuk bertemu Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, dan Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon L Foenay, M.Si, di tempat ini, tidak terwujud karena gubernur dan wakil gubernur tidak berada di tempat. Beberapa di antara mereka sempat melakukan orasi menyampaikan tuntutan.

Berselang beberapa saat, dengan berjalan kaki dan mengendarai kendaraan, mereka bergerak ke rumah jabatan gubernur. Pengunjuk rasa tertahan di pintu masuk karena pintu pagar ditutup aparat polisi dan polisi pamong praja yang sedang melaksanakan tugas penjagaan. Mereka membentangkan beberapa spanduk dan poster pada pagar, trotoar dan badan jalan.

Setelah bernegosiasi, perwakilan pengunjuk rasa akhirnya menemui Gubernur Frans Lebu Raya dan Wagub Esthon Foenay. Karolus Hadjon yang dikonfirmasi mengenai hasil pertemuan tersebut, mengatakan, karyawan PT Semen Kupang kecewa karena tidak ada sikap tegas dari Pemprop NTT dalam mengatasi persoalan PT Semen Kupang beserta nasib karyawannya.

"Pak gubernur menjelaskan bahwa dirinya telah menyampaikan masalah PT Semen Kupang kepada Meneg BUMN dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sikap Pemprop NTT seperti apa, tidak ada. Pemprop mau memberi bantuan beras tapi kami tolak. Kami menuntut pembayaran gaji selama 6 bulan dan THR," kata Karolus Hadjon.

Usia pertemuan dengan gubernur dan wakil gubernur, pengunjuk rasa kembali menuju kantor gubernur. Sempat terjadi ketegangan antara pengunjuk rasa dan aparat polisi yang bertugas. Polisi menginginkan aksi unjuk rasa berhenti karena sesuai dengan izin aksi hanya berlangsung beberapa waktu. Sementara karyawan berkeinginan menetap di kantor gubernur. Namun ketegangan ini dapat diatasi.

Karolus Hadjon yang dihubungi kembali Rabu malam sekitar pukul 20.00 Wita, mengaku masih berada di kantor gubernur. Dia mengatakan, aksi serupa akan digelar selama empat hari.

Dalam pernyataan sikapnya yang dibagikan saat menggelar aksi, Aliasi Buruh Menggugat (ABM) NTT secara kronologis menjelaskan bahwa PT Semen Kupang telah berhenti beroperasi sejak tanggal 22 April 2008 dan manajemen mengambil keputusan dengan merumahkan 286 buruh sejak akhir Juni 2008. Argumentasi yang dilontarkan oleh manejemen adalah kekurangan pasokan daya listrik di mana PT Sewatama menghentikan suplai listrik akibat tunggakan utang senilai 25 miliar. Untuk itu pemerintah mengambil kebijakan memprivatisasi PT Semen Kupang melalui keputusan Menko Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan No KEP-04/M.EKON/01/2008 tanggal 21 Januari 2008 tentang.

Dijelaskan, saat ini hampir 6 bulan lebih gaji dan upah mereka tidak dibayar. Kondisi yang mereka alami selain soal upah/gaji dan kehilangan mata pencaharian, telah pula mendorong mereka pada berbagai kesulitan hidup antara lain biaya pendidikan untuk anak-anak kesehatan makan dan pakaian serta lainnya apalagi ditengah mahalnya harga kebutuhan ekonomi.

Selain menuntut pembayaran gaji dan THR serta menolak privatisasi PT Semen Kupang , ABM NTT juga menyatakan sikap agar aparat kepolisian menangkap Madjid Nampira, Aloysius Riwayat, dan seluruh manajemen maupun direksi untuk audit keuangan PT Semen Kupang. Manajemen di bawah kontrol Dewan Buruh PT Semen Kupang, mendesak mengusut tuntas SK calo Dirut No 06A/KPTS.Dir/08.04 tertanggal 08 Agustus 2004 bagi kapitalis kroni Ferdy Tanone, meminta pertanggunjawaban pihak Semen Kupang Panca Mitra (SKPM) sebagai anak perusahaan, dan menyatakan SKPM di bawah pengelolaan Dewan Buruh PT Semen Kupang.

ABM NTT menuntut DPRD dan Pemerintah NTT segera mengambil sikap politik mendesak DPR RI dan pemerintah pusat segera menyelesaikan persoalan perburuhan. (aca)


Read More......

PERNYATAAN SIKAP POLITIK SOLIDARITAS MAHASISWA/PELAJAR UNTUK BURUH PT. SEMEN KUPANG

“ BURUH INDONESIA MASIH DITINDAS “

Sejak pemerintahan Orde Baru dibawah kediktaktoran Soeharto hingga pemerintahan Orde Reformasi yang saat ini dibawah kekuasaan SBY-JK, nasib kaum buruh atau kelas pekerja Indonesia tidak diperhatikan dan terus dihisap oleh negara dan para pemilik modal. Pengusaha lebih suka menyerahkan uang sogokan kepada birokrat sipil dan militer ketimbang memberikannya kepada buruh. Persekongkolan antara pengusaha dengan birokrat sipil dan militer ini tak lain adalah modal sekaligus laba modalnya tetap terjaga. Keresahan buruh lahir dari rahim sosial ekonomi yakni upah yang didapat sudah tak dapat lagi memenuhi standard hidup selayaknya manusia modern. Kurang lebih 20-30 % biaya produksi menguap untuk membayar sogokan sementara untuk buruh hanya 5-10 % dari biaya produksi

Di Indonesia secara nyata, kegiatan ekonomi dijalankan berdasarkan hubungan yang kapitalistis. Dalam sistem ini buruh menjual tenaga kerjanya pada modal semenatara negara sebagai lembaga kekuasaan bertugas dan bekerja guna menyediakan kondisi dan pra kondisi umum yang diperlukan bagi penumpukan modal baik domestik maupun asing. Stabilitas saja belum cukup untung besar sehingga dijamin lagi dengan strategi keunggulan komparatif upah murah. Dalam kondisi ini, buruh dihisap dan ditindas secara ekonomis melalui cara-cara politis. Pengusaha mendapat kebebasan artinya bebas mencari laba dan menindas. Kurang lebih 200 oligarkhi ekonomi hidup dengan kekayaan yang nyaman dan diamankan dengan menikmati 70 % aset nasional. Dampaknya adalah hancurnya Trickle Down Efect. Ekonomi kemudian mengucur secara horisontal pada sekutu yang menjaga stabilitas dan operasi penghisapan yaitu birokrasi dan militer yang hasilnya adalah menciptakan hubungan simbiosis sama-sama untung.

Menurut penelitian SBSI hanya 8% upah buruh yang menjadi beban biaya produksi sementara biaya siluman berkisar 25-30 %. Pada sektor konstruksi dana keamanan mencapai 30-40 %, di sektor industri 10-20 % sedangkan disektor jasa dan eksport-import kurang dari 20-30 %. Ini belum termasuk saham diam yang harus diberikan kepada pejabat atau keluarganya yaitu pada sektor konstruksi mencapai 10-50 %, industri 10-30 %, jasa dan eksport-import 0-2 %.

Sebagai perbandingan, adalah Malaysia atau Thailand dimana upah buruh telah mencapai 30 % dari biaya produksi. Sedangkan negera-negara di Eropa Barat atau Australia, kaum buruh melalui serikat buruhnya dapat meminta laporan keuntungan perusahaan pada dewan direksi dan serikat buruh dapat membuat Collective Bargaining atau kesepakatan kerja bersama dengan perusahaan tentang upah dan tunjangan.

Sektor Industri di Indonesia sampai hari ini belum memberikan memberikan kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan rakyat. Hal ini diakibatkan oleh lemahnya teknologi, kapasitas produksi dan kemampuan bersaing dengan industri asing. Disamping itu sektor industri kita tidak memiliki platform kerakyatan yakni sebagai penopang bagi kesejahteraan rakyat melainkan berplatform imperialis. Kekayaan alam yang sebenarnya mampu menjadi bahan baku industri ternyata tidak mampu dimanfaatkan secara optimal oleh industri nasional malahan kaum imperialislah yang memanfaatkan melalui MNC atau Multi National Corporation yang melakukan eksploitasi terhadap kekayaan alam yang keuntungannya tidak untuk rakyat Indonesia melainkan untuk kaum imperialis itu sendiri. seperti tambang emas di Jayapura oleh Freeport, PT Newmont di minahasa dan sumbawa.

Semenjak pemerintahan SBY-JK menaikan harga BBM hingga mencapai 39 % bebarapa sektor industri terancam bangkrut terutama industri kecil dan menengah yang kesulitan mengatasi meningkatnya biaya produksi paling tidak 12 %. Sementara itu perusahaan tekstil juga mengalami kebangkrutan sedangkan perusahan tekstil dan produk tekstil paling banyak menyerap tenaga kerja yakni 2,6 juta pekerja dimana 50 % nya bekerja di perusahan TPT kecil. Hasilnyapun adalah PHK massal dan sudah tentu menambah jumlah pengangguran terbuka 11,9 juta atau 10,45 % dari total angkatan kerja.

Jika kita simak komposisi perbandingan jumlah industri maka industri rumah tangga adalah yang terbesar yakni 2.358.616 unit, industri kecil 240.088, industri menengah 15.377 dan industri besar 6.797. Komposisi ini menjelaskan bahwa industri kita adalah industri yang kecil, kelontongan dan tidak mampu meproduksi dalam kapasitas yang besar karena tingkat penguasaan teknologi yang rendah disamping itu hasil produksinya kebanyakan untuk kebutuhan luar negeri. Hal tersebut adalah konsekuensi dari sifat industri kita yang subsistem terhadap industri internasional (MNC) dan pasar bebas. MNC tersebut dengan leluasa memanfaatkan upah buruh dan sumberdaya alam murah guna memproduksi komoditi yamg laku dipasaran internasional. Salah satu contohnya adalah produksi sepatu NIKE oleh salah satu produsen sepatu di Bogor dan Tangerang dimana NIKE membeli produk sepatu dari produsen lokal dengan harga murah tetapi setelah ditempeli merk NIKE maka harga melambung tinggi.

Di NTT nasib kaum buruh PT. Semen Kupang juga dihisap dan ditindas. Kebangkrutan PT. Semen Kupang dalam pandangan kami adalah buruknya manajemen yaitu manajemen korup didalam tubuh PT. Semen Kupang yang diduga dilakukan oleh pihak manajemen dan para kroninya maupun pemerintah yang menjadikan PT. Semen sebagai sapi perahan. Disisi lain tidak adanya pelibatan buruh dalam aktivitas perusahaan mulai dari perencanaan, produksi hingga pemasaran dan keuntungan perusahaan sebagai bagian dari kontrol akan aktivitas perusahan. Disamping itu pula kebijakan pemerintah pusat menaikan BBM tentu saja memukul perusahaan dalam biaya operasional maupun produksi serta kalah bersaingnya produk semen yang dihasilkan dibanding dengan perusahaan lain yang memiliki kapital atau modal lebih besar.

Ironisnya ditengah kebangkrutan PT. Semen Kupang, nasib kaum buruh sama sekali tidak diperhatikan dalam hal upah/gaji maupun pesangon. Ratusan buruh PT. Semen Kupang berhenti tanpa gaji/upah dan pesangon. Disamping itu jalan keluar yang ditawarkan oleh pemerintah adalah mencari tambahan modal sebagai bentuk penyelamatan dari pihak swasta asing yang berarti PRIVATISASI. Padahal kita tahu bahwa PRIVATISASI sama halnya dengan menggadaikan atau menjual PT. Semen Kupang pada pihak swasta asing dan itu merupakan lonceng kematian bagi kaum buruh atau kelas pekerja di Kupang-NTT.


Berdasarkan kondisi obyektif kaum buruh atau kelas pekerja di seluruh Indonesia maupun kondisi obyektif kaum buruh atau kelas pekerja pada pabrik PT. Semen Kupang, maka sebagai organisasi yang progressif dan memperjuangkan sektor buruh, kami menyatakan :

1. Bersolidaritas penuh atas nasib kaum buruh atau kelas pekerja pada PT. Semen Kupang yang terkatung-katung dihisap dan dinjak-injak hak-haknya.
2. Menolak Privatisasi PT. Semen Kupang
3. Menuntut pembayaran gaji/upah dan pesangon 100 % ditambah bunga keterlambatan pembayaran bagi kaum buruh atau kelas pekerja pada pabrik PT. Semen Kupang yang sampai saat ini belum terealisasi.
4. Meminta dan mendukung pihak kepolisian, lembaga terkait untuk mengusut dugaan korupsi dalam tubuh manajemen PT. Semen Kupang bahkan dugaan jaringan korupsi yang melibatkan pemerintah dan kroni-kroninya.
5. Usut, tangkap, adili dan sita harta koruptor PT. Semen Kupang untuk subsidi kesejahteraan kaum buruh.
6. Meminta pertanggungjawaban pihak manajemen PT. Semen Kupang akan kebangkrutan perusahaan secara terbuka pada buruh atau kelas pekerja dan publik NTT.
7. Penyehatan kembali PT. Semen Kupang oleh pemerintah dalam hal pendanaan untuk operasional, serta manajemen baru dibawah kontrol DEWAN BURUH PT. Semen Kupang.
8. Bersolidaritas penuh atas nasib kaum buruh atau kelas pekerja Indonesia yang sampai saat ini masih ditindas hak-haknya dengan upah murah, keselamatan kerja tidak terjamin dan lainnya.
9. Mendukung seluruh aksi kaum buruh diseluruh Indonesia pada hari ini dibawah bendera ALIANSI BURUH MENGGUGAT (ABM).
10. Menyerukan secara terbuka kepada kaum buruh di seluruh Indonesia termasuk kaum buruh PT. Semen Kupang untuk bersatu dan terus melakukan perlawanan memperjuangkan hak-haknya serta menggulingkan pemerintahan boneka imperialis yang menindas kaum buruh.


BURUH BERSATU BANGUN NEGARA KELAS PEKERJA MELAWAN ATAU TETAP DITINDAS !!!


KUPANG, 3 DESEMBER 2008


RAHELL
KOORDINATOR


Lampiran: Latar Belakang PT. Semen Kupang

PT. Semen Kupang didirikan pada tahun 1984 dan merupakan salah satu BUMN yang terletak di Osmok Tenau Kecamatan Alak Kota Kupang-NTT dengan memiliki pekerja 286 orang buruh. PT. Semen Kupang dipimpin oleh Direktur Utama Ir. Majid Nampira, Direktur Pemasaran dan Keuangan Marshal G. Lay dan Direktur Teknik Aloysius Riwayat.

Dalam tahun 2008, PT. Semen Kupang secara resmi tidak beroperasi sejak 22 April 2008 dengan alasan, kesulitan keuangan, belum mendapat dana segar untuk mendanai operasional perusahan. Alasan ini sebenarnya merupakan alasan klasik karena pada tahun 2005 perusahaan ini hampir mati juga dengan alasan uang. Pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Keuangan RI mengucurkan dana segar 50 miliar untuk menyelamatkan perusahaan ini sehingga pabrik dapat beroperasi kembali pada 15 January 2007. Namun ternyata dana sebesar itu tidak menolong perusahaan bahkan tambah sekarat.

Buruh PT. Semen Kupang dikorbankan dimana manajemen mengambil keputusan dengan merumahkan seluruh buruh yang berjumlah 286 orang sejak akhir Juni 2008. Para buruh pernah melakukan unjuk rasa ke Dinas Nakertrans NTT, DPRD NTT dan Gubernuran.

Menurut Dirut PT. Semen Kupang Ir. Majid Nampira, buruh harus dirumahkan karena perusahaan sudah tidak mampu membayar gaji buruh. Gaji buruh yang di bayar pada tanggal 4 Juli dipotong 50 % dan hingga saat ini buruh sudah tidak mendapat gaji selama 7 bulan dan tidak memperoleh pesangon karena buruh ini tidak di PHK melainkan di rumahkan dalam istilah Dirut sambil menunggu masuknya investor baru.

PT. Semen Kupang terlilit hutang sebesar 159 milliard dari Bank Mandiri hutang lama, 25 milliard dari perusahaan pengada daya listrik yakni dari PT. Sewatama Jakarta. Sejak 2002 PT. Semen Kupang mengadakan kontrak kerjasama dengan PT. Sewatama Jakarta dalam bentuk Build Operation Transfer (BTO) untuk memasok daya listrik karena terbatasnya daya listrik dari PT. PLN (Persero) Cabang Kupang untuk memenuhi kebutuhan pabrik yang berkapasitas 300.000 ton pertahun tersebut. PT. Sewatama Jakarta mengambil keputusan untuk menghentikan pemasokan daya listrik.

Dalam surat Dirut PT. Semen Kupang kepada Gubernur NTT tanggal 26 Mei dilaporkan bahwa :


- Pengoperasian pabrik terhenti sejak tanggal 22 April 2008. Operasi seluruh unit pabrik membutuhkan daya listrik sebesar 7,8 MW dari jumlah ini disuplai oleh PLN sebesar 3,8 MW dan dituangkan dalam kontrak sedangkan kekurangannya dipenuhi dengan pola sewa beli (Build Operate Transfer/BOT) dari non PLN yaitu PT. Sewatama Jakarta sebesar 4 MW sejak tahun 2002 agar pabrik Semen Kupang II dapat beroperasi. Dalam perjalanannya PLN tidak dapat memenuhi komitmen sesuai kontrak (3,8 MW) dan hanya mensuplay 1,2 MW pada waktu beban puncak (LWBP) dan hanya sebesar 0,3 MW pada waktu beban puncak (WBP). Sedangkan untuk suplay listrik sebesar 4 MW dihentikan oleh PT. Sewatama Jakarta efektif 22 April 2008 karena terdapat tunggakan sewa US$ 2,5 juta dari jumlah US$ 4,0 juta (telah dibayar US$1,5 juta).

- Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar 50 Milliard pada tanggal 28 Maret 2007 digunakan sejak April 2007 dengan jumlah pengeluaran sampai dengan saat ini Rp. 47.460.332.975 dari total dana 50.000.000.000,- sehingga saldo dana RP. 2.548.815.544 termasuk bunga giro dengan rincian pos pembiayaan meliputi bahan baku dan penolong yang direalisasikan Rp. 20.001.102.268, Recomand Spare Parts Rp. 2.447.453.789, pengadaan jasa Rp. 73.989.500, angsuran genset listrik BOT Rp. 2.250.000.000, kewajiban supplier lama 22.687.787.418 sehingga total dana yang telah digunakan Rp. 47.460.332.975. Sedangkan saldo dana PMN Rp. 2.539.667.025 dan jasa giro Rp. 9.158.519 saldo termasuk jasa giro 2.548.815.544

- Privatisasi/Divestasi saham dimana tahun 2008 pemegang saham negara RI dan Bank Mandiri akan melakukan divestasi saham dengan total divestasi sebesar 75,87% terdiri dari saham negara RI 38,48% dan saham Bank Mandiri seluruhnya 37,39% dengan metode Strategic Sales. Dalam hal divestasi ini terealisir maka pemegang saham yang tersisa nanti adalah Saham negara RI sebesar 23,00% dan saham PD Flobamor sebesar 1,13%.

Divestasi saham negara RI ini dilaksanakan sesuai keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) No. KEP-04/M.EKON/01/2008 tanggal 21 Januari tentang arahan atas program tahunan Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) tahun 2008 dan surat Menteri Negara BUMN selaku pemegang saham No : S-143/MBU/2008 tanggal 21 Februari 2008 perihal persiapan privatisasi dengan mekanisme penjualan yang diatur dalam peraturan pemerintah Nomor : 33 tahun 2005 tentang tatacara privatisasi Perusahaan Persero (Persero).

Terhadap divestasi saham bank Mandiri dilakukan berdasarkan UU perbankan No. 10 tahun 1998 dan peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PB/2005 tentang kualitas penyertaan sementara yang pada intinya mengatur tentang batasan waktu penyertaan sementara adalah maksimum 5 tahun dan penyertaan Bank Mandiri di PT. Semen Kupang telah melampaui 5 tahun.

Sebelum rencana divestasi ini telah dilakukan penjajakan peluang Kerja Sama Operasi (KSO) dan mandapat tanggapan dari lembaga keuangan Delamore & Owl Group Of Companies Inggris pada tanggal 7 April 2008 yang memuat persetujuan pendanaan dari komite kredit sebesar US$ 24 juta.

Rencana PT. Semen Kupang ini akan di privatisasi dimana pemegang saham terbesar adalah PT. Bank Mandiri (BMRI) akan menjual 38,7% kepemilikan PT.SK senilai 50 milliard kepada perusahaan asal India yang berkantor pusat di Singapur yaitu Nava Bharat.

Perlawanan Buruh

Buruh PT. Semen Kupang selama ini telah memiliki organisasi yang bernama SERIKAT KERJA SEMEN KUPANG (SKSK) dan dalam kasus mereka, mereka pernah melakukan aksi antara lain :

1. Tahun 2005 aksi di PT. Semen menuntut pergantian manajemen direksi
2. Tahun 2008 dibawah kordinasi LSM PIAR NTT dan Anita Gah dari Demokrat mereka melakukan aksi ke Nakertrans NTT, DPRD Propinsi NTT, Gubernur.


SOLIDARITAS MAHASISWA/PELAJAR UNTUK BURUH PT. SEMEN KUPANG


{Serikat Perjuangan Rakyat Demokratik (SPRD), Serikat Perjuangan Mahasiswa Demokratik (SPMD), Serikat Perjuangan Pelajar Demokratik (SPPD), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi-Politik Rakyat Miskin (LMND-PRM), Partai Rakyat Demokratik-Politik Rakyat Miskin (PRD-PRM)}


Sekretariat : Jln ELTARI II FATULULI OEBOBO KUPANG - NTT



Read More......

Globalisasi Krisis: The Less Miserable's

Zely Ariane *

Krisis kapitalisme telah terjadi selama beberapa periode. Namun periode kali ini, menurut Barry Ritholtz, CEO bursa saham Fusion IQ—pembuat software terkemuka AS, merupakan badai ekonomi paling sempurna yang pernah dialami negeri-negeri kapitalis maju. Krisis ini adalah kombinasi dari resesi keuangan, kolapsnya sektor perumahan, krisis kredit, dan deflasi terhadap aset-aset raksasa, yang terjadi di waktu bersamaan.

Nasionalisasi ala Venezuela – Kuba


Esteban Morales, seorang peneliti di Universitas Havana, Kuba, membenarkan pendapat yang menyatakan bahwa sangat sulit menghindar dari dampak krisis global, meskipun negeri seperti Kuba relatif terlindungi. Demikian halnya dengan Venezuela, yang menurut Petras masih sangat bergantung dari pendapatan ekspor minyak, pasar AS, dan kurangnya diversifikasi ekonomi.

Namun, analisa Reuters pada 8 Oktober 2008 menyatakan bahwa Venezuela tidak akan mengalami banyak pengaruh langsung dari kekisruhan pasar ini. Sebab utamanya karena pemerintah Chavez telah menasionalisasi perusahaan-perusahaan penting (bahkan dalam kondisi sehat/untung) yang dulu pernah berdagang di Bursa Efek Caracas. Selain itu, mereka juga mengendalikan nilai mata uangnya sendiri melalui kontrol terhadap nilai tukar.

Hal itupun berlaku bagi Kuba, walaupun terpaksa hidup apa adanya akibat 40 tahun dalam blokade ekonomi AS. Hingga saat ini, tidak ada penghentian kredit perumahan atau para pensiunan yang kelaparan (bahkan bunuh diri) seperti halnya di AS. Padahal disaat bersamaan, Kuba dihantam oleh badai terburuk sepanjang massa (badai Gustav dan Ike) yang merugikan negeri itu tak kurang dari AS$5 milyar.

Hal ini bisa terjadi karena perusahaan kapitalis (perkebunan, pertambangan, dan perbankan) telah diambil alih oleh pemerintah sosialis Kuba sejak 48 tahun lalu, termasuk tidak berkembangnya ekonomi "derivatif" akibat pajak sebesar 1% yang dikenakan untuk setiap transaksi perdangannya. Hasilnya, dana yang diperoleh digunakan untuk pengembangan berbagai temuan dalam bidang kedokteran, hingga menjadikan Kuba sebagai negeri pengekspor vaksin (dan juga tenaga dokter) paling utama dan paling murah diseluruh dunia.

Nasionalisasi di Venezuela (dan Kuba), tak seperti nasionalisasi sepotong-sepotong yang dilakukan oleh pemerintah AS terhadap Fannie Mae dan Freddie Mac. Nasionalisasi jenis ini, seperti dinyatakan oleh sejumlah pengamat sebagai "sosialisme buat yang kaya", membagi-bagikan kerugian yang diderita oleh korporasi milik elit pada masyarakat.

Di Venezuela, nasionalisasi PDVSA (Perusahaan Minyak Venezuela) dan sejumlah perusahaan vital lainnya (CAN TV/telekomunikasi, Bank of Venezuela, Sidor/pabrik baja, ALCASA/pabrik alumunium, INVEPAL/pabrik kertas, CADAFE/perusahaan listrik, dll) berada dibawah kendali buruh (worker's control/management) dengan berbagai tipenya. Tipe yang paling sering dijadikan referensi adalah pengelolaan ALCASA, INVEPAL dan Cadela-Mérida—anak perusahaan CADAFE, berdasarkan perbedaan dalam hal kepemilikan (negara atau kaum buruh secara langsung) dan pengelolaan bersama antara buruh dengan rakyat setempat.

Di tahun 2007, PDVSA memiliki pendapatan sebesar AS$19 milyar. Sebesar AS$13 milyar langsung diberikan pada FONDEN (Dana Pembangunan Nasional) untuk membiayai program-program darurat rakyat, diantaranya sekolah dan kesehatan gratis, pembangunan pabrik-pabrik pembangkit listrik tenaga matahari beserta alat-alat elektroniknya, penelitian ilmiah dan komputerisasi tingkat sekolah dasar. Sebesar $2-3 milyar masuk ke negara sebagai pajak, dan sisanya digunakan untuk pengembangan PDVSA—misalnya, bersama Rusia, Iran dan Vietnam membentuk berbagai perusahaan bersama.

Jalan keluar semacam ini lah, yang antara lain, membuat mereka paling kecil terkena dampak dari globalisasi krisis: The Less Misarable's.

The Less Misarable's

Apakah dengan jatuhnya harga minyak akan membuat ekonomi Venezuela tumbang? Financial Times, Bloomberg, dan Reuters terpaksa mengakui bahwa Venezuela tampaknya akan baik-baik saja. Reuters mengatakan, Venezuela bisa selamat walaupun kejatuhan harga minyak memukul pendapatannya. AFP melaporkan bahwa kejatuhan nilai yang terlihat di pasar saham Venezuela bernilai kurang dari satu persen, sementara bagi Brazil dan Argentina—dua diantara negeri-negeri Amerika Latin dengan perekonomian terbesar—bernilai belasan persen.

Presiden Hugo Chavez mengatakan bahwa perekonomian Venezuela bisa tumbuh hingga 15% di tahun 2004, ketika harga minyak rata-rata $32,80 per barel, dan terus tumbuh bahkan ketika harga minyak rata-rata lebih rendah dari harga minyak hari ini.

Walaupun demikian, dalam penyusunan anggaran nasional 2009, Chavez mengakui perlunya pengetatan anggaran, menekankan pentingnya mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu: mengakhiri gaya hidup yang ekstravaganza, mengakhiri korupsi, dan tidak terhadap gaji/pendapatan yang luar biasa besar.

Namun, pengetatan tidak berlaku bagi program-program darurat rakyat. Dari AS$76.6 milyar (+/-Rp. 760 trilyun) total anggaran nasional, berbasiskan asumsi harga minyak AS$60 per barrel dan pertumbuhan ekonomi sebesar 6%, Chavez mengalokasikan AS$9,3 milyar untuk program-program sosial, AS$19.77 milyar untuk pendidikan, dan lebih dari AS$5.58 milyar untuk kesehatan.

Pengetatan anggaran tersebut dilakukan, walaupun cadangan devisa internasional Venezuela (bersih dari hutang luar negeri sejak tahun 2005) saat ini, sebesar AS$40 milyar, bisa membiayai hidup setiap orang lebih dari $1300/kapita. Angka ini adalah yang tertinggi di Amerika Latin pada tahun 2007, ketika cadangan devisa Venezuela baru mencapai $34 milyar. Para analis mengatakan, milyaran dolar dana segar yang dimiliki Venezuela ini dapat menyelamatkan Venezuela dari jatuhnya harga minyak.

[Bandingkan dengan Indonesia (yang lebih kaya bahan mentah) yang hanya mampu membiayai $226/kapita (berdasarkan cadangan devisa saat ini yang tak lebih dari $52 milyar plus $62,103 miliar beban hutang luar negeri!)].

*Koord. SERIAL dan Dept. Pendidikan & Propaganda DHN PPRM




Read More......

18 Desember 2008

Penggelontoran Dana Meningkatkan Daya Beli Rakyat?

Zely Ariane *

Bloomberg.com pada tanggal 24 November 2008 mengatakan bahwa, pemerintah AS menyediakan dana lebih dari AS$7,76 trilyun dari uang para pembayar pajak, setelah sebelumnya menjamin hutang Citigroup Inc sebesar AS$306 milyar, dan mengeluarkan AS$700 miliar dolar untuk menyelamatkan institusi-institusi keuangan. Jumlah itu bernilai dua pertiga dari seluruh nilai barang yang diproduksi di negeri itu tahun lalu.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan Rp. 1 trilyun untuk menalangi kerugian Bank Century, dan Rp 4 trilyun untuk membeli saham-saham BUMN agar nilainya tidak melorot. Insentif fiskal, seperti penurunan tarif pajak penghasilan badan dari tiga lapisan (10%,15%,dan 30%) menjadi tunggal 28% pada 2009 dan 25% pada 2010, pun diberikan untuk para pengusaha; apalagi ketika pengusaha mengancam akan mem-PHK karyawannya.

Walaupun APBN 2009 sudah pasti defisit, tetapi tidak menyulitkan uang (likuiditas) yang ada saat ini mengucur dari kantung pemerintah ke rekening pengusaha. Kalau pemerintah AS memperoleh dana, untuk menalangi kerugian pengusaha, dari Bank Sentralnya (The Fed), pemerintah Indonesia mendapatkannya dari hutang (baru) luar negeri—karena cadangan devisa dalam negeri tak lebih dari AS$51 milyar saja.

Kepada Indonesia, Bank Pembanguan Asia (ADB) berbaik hati memberi pinjaman AS$1,5 milyar, Agence Francaise de Developpement (AFD) mengucurkan pinjaman AS$200 juta, sebagai bagian dari pembiayaan defisit anggaran yang masuk ke dalam Climate Change Program Loan. Pinjaman ini harus dibayar dalam waktu 15 tahun ke depan oleh anak-anak Indonesia yang kini sedang berada di sekolah dasar atau bahkan yang tidak bersekolah sama sekali, termasuk total hutang lama sebesar AS$62,103 miliar.

Peningkatan Daya Beli?


Semua penalangan ini, katanya, ditujukan untuk menstimulus perekonomian dan meningkatkan daya beli rakyat. Padahal sebelum krisis finansial global ini pun tingkat upah riil (dibandingkan kenaikan harga) sudah lama turun. Menurut Dr M. Hadi Shubhan, dosen Hukum Perburuhan Fakultas Hukum Unair, upah riil buruh sudah terjun bebas hampir 50 persen sejak 1997.

Bila bentuk kongkrit program peningkatan daya beli ini bukan peningkatan riil nilai upah, melainkan berbagai bentuk program penyelamatan sesaat berupa jaminan sosial, program-program padat karya yang sangat jangka pendek sifatnya (seperti yang disebutkan oleh Anggito Abimanyu), atau kemudahan kredit dengan penurunan suku bunga, maka, sebetulnya, bukan peningkatan daya beli rakyat yang menjadi tujuannya, melainkan semata-mata stimulus ekonomi (yang sifatnya sesaat dan sekali-habis).

Berapa sesungguhnya dana segar yang didapat rakyat, untuk sekadar bertahan hidup, selama ini? Sebelum gelembung krisis pecah di AS pertengahan tahun lalu, rakyat mendapat sebesar Rp. 228 M ,menurut data bulan Juni 2008, dalam bentuk Bantuan Tunai Langsung (BLT)—sebagai kompensasi BBM, Rp. 11,2 trilyun dana BOS, dan Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin (ASKESKIN/GAKIN) sebesar Rp. 4,6 trilyun. Itupun tidak selancar gelontoran dana yang diberikan pada pengusaha. Syarat dan birokrasi yang luar biasa rumit, dana yang tidak memadai harus diperebutkan oleh puluhan juta orang miskin (berpendapatan di bawah AS$2/hari), dan dikorupsi pula (menurut ICW, korupsi di bidang kesehatan mencapai Rp.127 milyar).

Berapa yang akan didapat rakyat untuk stimulus ekonomi di dalam APBN 2009 nanti? Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu, Bpk. Anggito Abimanyu di penghujung November 2008, proyeksi pinjaman luar negeri yang diperlukan pemerintah pada 2009 mencapai AS$5 miliar. Pinjaman itu lebih difokuskan untuk program padat karya, dalam rangka menyiapkan diri untuk menghadapi imbas krisis keuangan global.

Akar Persoalan

Krisis global/nasional saat ini terjadi karena sistim kapitalisme yang membayar buruh murah (tidak sesuai dengan nilai kerjanya yang sebenarnya) dan begitu besarnya uang yang tidak ditanam di sektor riil (tapi di usaha-usaha spekulatif keuangan, saham, portofolio, mata uang dan komoditi) sehingga, akibatnya, buruh/masyarakat tak berdaya beli.

Oleh karena itu, yang disebut sebagai program kongkrit peningkatan daya beli, yang tidak akan menghasilkan PHK masal dan krisis seharusnya, berupa penggelontoran dana segar besar-besaran untuk membangun industri nasional (lapangan kerja) di bawah kontrol dan partisipasi rakyat, dan akan membayar upah buruh secara layak. Dana tersebut diperoleh dengan (1) menasionalisasi aset-aset vital negara—terutama pertambangan/migas, pertanian ekspor, kehutanan, kelautan, pariwisata, kelistrikan, kimia (terutama farmasi), keairan/pengairan dll, (2) memusatkan/mengendalikan seluruh potensi sumber dana dalam negeri, seperti: dana perbankan agar bisa disalurkan ke sektor riil rakyat, penarikan dana BLBI/buyback, pemotongan bunga utang negara, penolakan/penangguhan pembayaran utang LN, pajak progressif, pemanfaatan dana tabungan masyarakat (termasuk JAMSOSTEK), penyitaan harta-harta koruptor (sejak tahun 1965), kontrak-karya dengan bagi-hasil, pajak dan royalti yang menguntungkan nasional, penguasaan/nasionalisasi distribusi pertambangan dan migas, dan seterusnya.

*Pjs Wakil Sekretaris Umum Pimpinan Pusat – Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (PP-GSPB)



Read More......

12 Desember 2008

Lagi-lagi ‘Regulasi’ dan Reformasi

Zely Ariane*

Krisis keuangan global ini bukan karena kekurangan regulasi atau karena kapitalis yang tidak terkendali; melainkan krisis kelebihan produksi di seluruh dunia, yakni terlalu banyak barang yang dijual (demi keuntungan) namun (sehingga) rakyat tak berdaya beli”. [Karl Marx, 150 tahun lalu]

Para pemimpin APEC, menegaskan rekomendasi G20, menyerukan reformasi yang komprehensif di sejumlah lembaga keuangan internasional. Mereka juga menyatakan, prinsip pasar bebas, praktik perdagangan, dan investasi terbuka tetap merupakan mesin pertumbuhan ekonomi dunia. Sekaligus merangsang lapangan kerja, yang pada gilirannya mengurangi kemiskinan.

Delapan tahun lalu, dihadapan para pemimpin Negara-negara Selatan, yang tergabung dalam Kelompok 77, Fidel Castro Ruz menyatakan “lima puluh tahun lalu, kita dijanjikan … tak akan ada lagi kesenjangan … dijanjikan roti (kesejahteraan) dan keadilan; tapi hingga saat ini, kita, negeri-negeri berkembang, hanya mendapat penderitaan, kelaparan, dan semakin banyak ketidakadilan.

Tingkat pertumbuhan sebenarnya ekonomi kapitalis dunia turun dari rata-rata 4,9 persen per tahun pada tahun 1960-an, menjadi 3,8 persen pada tahun 1970-an, kemudian 2,7 persen, pada tahun 1980-an, dan hanya 1,2 persen, pada tahun 1990-an. Berbagai data perkembangan dunia sepuluh tahun terakhir menyatakan bahwa 2,5 miliar (40%) rakyat hidup di bawah 2 USD/hari; berbagi hanya 5% dari total pendapatan dunia; sementara 54% pendapatan tersebut masuk ke hanya 10% kantung orang-orang terkaya di negeri-negeri maju.

Pasar bebas dinyatakan dapat merangsang lapangan kerja, padahal semenjak satu dekade lalu menyumbang peningkatan tertinggi penganggur muda di Asia Tenggara (85%), disusul Sub-Afrika Sahara (34%), Amerika Latin (23%), Timur Tengah (18%), dan Asia Selatan (16%) [ILO, Global Employment Trends for Youth].

Dengan praktek pasar bebas dan investasi terbuka, jumlah transaksi harian penjualan mata uang asing (yang langsung bisa disediakan dan belum termasuk operasi-operasi keuangan tambahan, ‘perjudian’ produk-produk derivatif, dan future market commodities) sudah mencapai US $ 1,5 trilyun (2000), empat kali lipat lebih besar dibandingkan jumlah total ekspor dunia dalam satu tahun, yang ‘hanya’ sekitar US $ 6.5 trilyun. Jumlah yang luar biasa untuk sebuah transaksi moneter yang tak berkaitan dengan pengembangan produktivitas riil.


Reformasi dan Regulasi

Apa yang kini disebut reformasi terhadap lembaga-lembaga keuangan internasional ke depan adalah: (1) reformasi keterlibatan (porsi) yang lebih besar bagi negeri-negeri berkembang (baca: negeri-negeri kaya bahan mentah dan tenaga kerja), agar dapat dikontrol (dipastikan) tidak mengambil bentuk-bentuk proteksi yang semakin membahayakan ekonomi negeri-negeri kapitalis maju; (2) sokongan utang yang lebih banyak lagi oleh lembaga-lembaga tersebut untuk stimulus ekonomi [baca: mendongkrak konsumsi].

Apa yang kini disebut regulasi terhadap pasar keuangan adalah pemastian peran negara/pemerintah untuk menalangi (baca: membagi-bagi) kerugian yang diderita oleh korporasi milik elit (pada masyarakat), atau “sosialisme buat orang kaya”. Walaupun nasionalisasi atau pengucuran dana talangan pada bank-bank tersebut mungkin akan menjamin sistem keuangan kapitalis masih berufungsi, namun mereka tidak bisa menghindari anjloknya (apa yang sering mereka salah artikan sebagai) “perekonomian sebenarnya (real economy)”.

Apa yang kemudian akan terjadi setelah resesi yang hebat dan berkepanjangan ini?
Ekonom Universitas New York, Nouriel Roubini, meramalkan setidaknya akan terjadi satu dekade stagnasi, berarti, resesi ini akan diikuti oleh paling sedikit 10 tahun pertumbuhan yang lesu, kurang darah. Pada tahun-tahun mendatang, rakyat pekerja akan menderita bukan saja karena tingginya tingkat pengangguran (yang sulit diatasi) dan semakin meningkatnya pemiskinan, namun juga menderita karena gelombang inflasi yang disebabkan oleh dana talangan yang digelontorkan secara besar-besaran oleh pemerintah kapitalis untuk menolong oligarki keuangan.

Sedikit Keberanian; Sejumput Visi

Melanjutkan visi sebagai negara anggota Gerakan Non Blok, mempertegas The Initiative of Five: Soekarno, Nehru, Tito, Nasser, dan Nkrumah, rakyat Indonesia dapat mengacu pada Deklarasi GNB ke-6, 28 tahun lalu di kota Havana, yakni: “Menjamin kemerdekaan, kedaulatan dalam perjuangannya melawan imperialisme, neokolonialisme, apartheid, rasisme, dan zionisme, serta segala bentuk agresi, pendudukan, dominasi, intervensi dan hegemoni” .

Pekerjaan memang menjadi lebih berat karena mayoritas negeri-negeri yang paling miskin, paling tidak berkembang, paling banyak hutang, adalah anggota-anggota GNB.
Negeri-negeri Non-Blok mewakili 55% rakyat dunia yang yang miskin. Sebanyak 85% dari 3 milyar jiwa tenaga produktif mudanya saat ini hidup tak produktif; kesempatan hidup kurang dari 40 tahun akibat kekurangan gizi; serta 800 juta penduduk dewasanya buta huruf, akibat ketergantungan hutang, keterbelakangan teknologi dan industri.

Mayoritas negeri-negeri Non-Blok harus menanggung pembayaran hutang $13 untuk setiap $1 hutang yang mereka terima, bahkan negeri-negeri termiskinnya telah membayar $550 milyar hutang plus bunganya selama tiga dekade, dan masih berhutang $523 milyar kepada negeri-negeri debitor maupun Bank Dunia dan IMF.

Langkah-langkah beberapa negeri GNB seperti Venezuela, Bolivia, Otoritas Palestina, Kuba, dan Iran, dalam bersikap terhadap dominasi AS, adalah sebuah awal yang baik bagi terciptanya dunia yang multipolar. Yakni dunia yang bebas dan aktif bergerak diluar tekanan AS demi terwujudnya cita-cita kesetaraan, keadilan, dan kesejahteraan seluruh umat manusia di dalam Piagam Universal PBB.

Dalam analisa Reuters (8 Oktober): “Venezuela tidak mengalami pengaruh langsung dari kekisruhan pasar karena Chavez telah menasionalisasi perusahaan-perusahaan penting, dan, juga, karena mata uangnya telah ditetapkan dengan mengendalikan perdagangan mata uang”. Pemerintahan Chavez telah menata ulang perusahaan yang telah dinasionalisasi tersebut agar mengatasi kebutuhan mendesak rakyat miskin negeri tersebut, ketimbang memperkaya oligarki kapitalis lokal.

Demikian pula, tidak akan terjadi penghentian kredit perumahan atau pensiunan yang kelaparan di Kuba, karena perusahaan kapitalis telah diambil alih oleh pemerintah rakyat pekerja 48 tahun yang silam.

Menyadari kenyataan ini, masa sedikit keberanian dan sejumput visi saja kita tidak punya? ***

*Koordinator Solidaritas untuk Alternatif Amerika Latin (SERIAL) dan anggota Persatuan Politik Rakyat Miskin (PPRM)




Read More......

10 Desember 2008

Memperingati 60 Tahun Deklarasi Hak Azasi Manusia, 10 Desember 2008

LAWAN PEMILU ELIT 2009:
PEMILU PARA PELANGGAR HAM, KAUM PEMODAL, KORUPTOR, DAN KAUM OPURTUNIS!

Sudah enam puluh tahun usia deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM). Tak pernah absen, setiap tanggal 10 Desember, rakyat di seluruh dunia memperingati dan menuntut pemerintahnya agar menuntaskan seluruh persoalan pelanggaran HAM, tanpa terkecuali.

Di Indonesia, persoalan pelanggaran HAM yang tak kunjung diselesaikan berpangkal pada 3 penghambat utama, yakni masih bercokolnya: (1) Sisa-sisa lama (Golkar sebagai manifestasi sisa Orde Baru), (2) Tentara dan beserta Komando Teritorial dan perangkat-perangkat kontrolnya (KODAM, KOREM, KORAMIL dan BABINSA), serta (3) Reformis gadungan yang pengecut dan tak mandiri berhadapan dengan tentara.

Padahal, rakyat Indonesia dan para aktivis pejuang HAM tak berjeda berjuang dalam beragam bentuk tuntutan dan aksi serta mekanisme hukum; terus menerus menuntut pemerintah untuk menegakkan keadilan bagi rakyat yang dilanggar hak asasinya agar para pelakunya diganjar hukuman. Sebagai contoh, tak kurang dari 88 kali, sejak tahun 2007,Jaringan Solidaritas Korban dan Keluarga Korban (JSKK) pelanggaran HAM melakukan aksinya setiap hari Kamis, di depan Istana Negara—tekanan itupun baru berhasil menuntaskan kasus Munir saja (dengan kekecewaan atas hasilnya karena dirasa tidak adil).

Secara hukum, tidak banyak dan tidak signifikan hasilnya. Menurut matriks Kontras tahun 2006, dari tiga kasus pelanggaran HAM berat seperti Timor Timur 1999, Tanjung Priok 1984, dan Abepura, sebagian besar divonis bebas, sebagian lagi dalam proses kasasi, dan sebagian kecil yang dihukum pun kini sudah bebas, dan itupun tidak mampu menjangkau Jenderal-jenderal otak pelanggaran HAM tersebut.

Sejauh ini hukum hanya menjangkau para pelaku lapangan—itupun hanya untuk kasus-kasus tertentu yang mendapat sorotan dan tekanan politik yang besar. Seperti halnya kasus pelanggaran HAM Alas Tlogo dan pembunuhan Munir—yang baru berhasil menghukum Policarpus dan Muchdi PR saja.

Hukum tidak sanggup menangkap para Jenderal, tidak sanggup menyidangkan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang memiliki dampak politik besar terhadap asal usul kekuasaan politik hari ini. Hukum diam di hadapan pembantaian 3 juta rakyat tak berdosa di tahun 1965-66, kasus di Timor Timur pra-Referendum (1974-1999), peristiwa Penembakan misterius ”Petrus” (1982-1985), kasus Kedungombo, kasus Talangsari 1989, kasus Marsinah (1995), kasus 27 Juli 1996, penculikan dan penghilangan paksa para aktivis 1997-1998, kasus Trisakti dan Semangi I & II, peristiwa Mei 1998, dan kasus DOM di Aceh-Papua, kasus Bulukumba (2003),termasuk mendiamkan para penjahat dan kroni pemerintah penyebab bencana Lapindo.

Jenderal (purn.) Soeharto (mantan Presiden Indonesia ke-2), Jenderal (purn.) Wiranto (mantan Pangab), Jenderal (purn.) Susilo Bambang Yudhoyono, Mayjen (purn.) Sjafrie Sjamsoeddin (mantan Pangdam Jaya), Irjen (Pol.) Hamami Nata (mantan kapolda Metro Jaya), Letjen Djaja Suparman (mantan Pangdam Jaya) dan Noegroho Djajoesman (mantan Kapolda Metro Jaya), Letnan Jenderal (purn.) Sutiyoso (mantan Pangdam Jaya),Letnan Jenderal (purn.) Prabowo Subianto, Mayjen (purn.) Zacky Anwar Makarim (Anggota Tim Pengamanan Penyuksesan Penentuan Pendapat Otonomi Khusus Timor Timur), Mayjen (purn.) Kiki Syahnakrie (Panglima Komando Operasi Penguasa Darurat Militer, Timor Timur), Mayjen (purn.) Adam Rachmat Damiri (Pangdam Udayana), Mayjen (Purn.) A. M. Hendropriyono, adalah di antara para Jenderal yang bertanggung jawab atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang masih dibiarkan berlenggang kangkung hingga hari ini.

Untuk dapat menghukum orang-orang yang bertanggung jawab tersebut, jalur hukum yang ada saat ini tidak bisa diharapkan lagi. Jalan politik dengan mobilisasi rakyat lah satu-tunya cara yang paling ampuh dan terbukti paling efektif.

Jangan Tunggu Pemilu 2009: Kekuasaan Politik Harus Diganti Sesegera Mungkin

Sejak kejatuhan Gus Dur tahun 2001, ada 3 kekuatan yang sedang dan akan berusaha terus berkuasa: 1) revitalisasi atau restorasi Orde Baru dalam manifestasi Golkar; 2) kaum reformis gadungan, terutama yang menjadi benalu (mengambil manfaat dari rakyat dan para aktivis yang berjuang mati-matian) pada momen reformasi tahun 1998, seperti PKS, PAN, PKB, PBR, PBB, dan lain sebagainya; 3) Tentara. Kejatuhan Gus Dur adalah cermin bagaimana tentara mendukung kelompok (1 dan 2 tersebut) untuk menjatuhkan Gus Dur.

Sisa-sisa lama (Orde Baru dalam wujud Golkar) dan Tentara, sedang terus mengendap-ngendap mencari celah menjarah ranah sipil kembali, bahkan sekarang semakin terbuka untuk bergerak naik ketika hampir seluruh spektrum kekuatan politik elit setuju Soeharto diampuni. Bahkan PKS yang dianggap ‘paling reformis’ pun sudah mengkooptasikan diri ke dalam lingkaran Cendana.

Kesempatan menjarah ranah sipil oleh tentara diperkuat dengan keterlibatan mereka yang tak tanggung-tanggung dan semakin kuat di dalam Partai Politik peserta pemilu 2009. Berikut adalah nama-nama partai dan para Jenderalnya menurut laporan TAPOL:

Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA) dipimpin langsung oleh Jenderal (purn.) Wiranto, dibantu oleh para mantan Jenderal lainnya seperti Letjen. (purn.) Arie Mardjono dan Laksamana Muda (purn.) Abu Hartono), Mayjen. (purn.) Aqlani Maza, Laksamana (purn.) Bernard Kent Sondakh, Marsekal Muda (purn.) Budhy Santoso, Jenderal Polisi (purn.) Chaeruddin Ismael, Letjen. (purn.) Fachrul Razi, Letjen. (purn.) Suaidi Marassabessy, dan Jenderal. (purn.) Soebagyo, yang menduduki jabatan sebagai Wakil ketua Dewan Pertimbangan dan 7 Wakil Ketua partai. Sementara wakil bendaharanya adalah Mayjen (purn) Iskandar Ali.

Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA) dipimpin langsung oleh Letjend (purn.) Prabowo Subianto, dibantu oleh Mayjen. (purn.) Muchdi Purwopranyoto—terpidana kasus pembunuhan Munir, dan pensiunan perwira intel Mayjen. (purn.) Gleny Kairupan yang berperan dalam kasus pelanggaran HAM Timor Timur, keduanya sebagai Wakil Ketua Partai.

Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) dipimpin langsung oleh Jendral (purn.) R. Hartono, bersama Mayjen. (purn.) Hartarto, Mayjen. (purn.) H.Namoeri Anoem, Brigjen. (purn.) Suhana Bujana dan Marsekal Muda (purn.) Suharto.

Partai-partai lain yang juga menampung perwira-perwira tentara antara lain: Partai Republik Nusantara (PRN), Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), Partai Karya Perjuangan (Pakar Pangan), Partai Barisan Nasional, dan tentu saja partai-partai pemain lama seperti Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia- Perjuangan (PDI-P), Partai Demokrat (PD), Partai Bulan Bintang (PBB), dan seterusnya.

Sementara jenderal seperti Sutiyoso, telah ikut mendorong pembentukan beberapa partai kecil seperti Partai Republikan, Partai Bela Negara (PBN), Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) dan Partai Pemersatu Bangsa (PPB). Ia juga berhasil mendapatkan pengaruh dan dukungan dari beberapa partai seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN).


Selain itu, ilusi yang sedang dibangun saat ini adalah bahwa militer masih bisa dikontrol oleh sipil (profesionalisme TNI)—misalnya dengan adanya kementerian pertahanan dan keamanan, yang menterinya seorang sipil. Tapi tak pernah terbukti di lapangan, karena mereka tetap saja tak bisa dikontrol (kasus Alas Tlogo, kekerasan di banyak kasus agraria, perburuhan, penggusuran, dan milisi sipil reaksioner adalah sebagian contohnya). Pendidikan HAM yang didapatkan tentara pun hanya pemanis saja, karena tidak akan sanggup mengubah watak institusi tentara itu sediri, yakni: sebagai alat untuk mengamankan kaum pemodal dan alat untuk menindas kaum miskin.

Sudah cukup bukti bagi rakyat Indonesia (dan seharusnya pula bagi para aktivis pejuang HAM) bahwa pemerintahan elit hingga hari ini tidak berkehendak membela rakyat. Spektrum kekuasaan politik elit yang memimpin legislatif, eksekutif dan yudikatif pasca reformasi, adalah para reformis gadungan yang bergandengan tangan dengan sisa-sisa lama dan tentara, yang tidak bisa diharapkan punya kepentingan maupun nyali dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM. Oleh sebab itulah, mereka harus dijatuhkan.

Konsolidasi Nasional Kekuatan Gerakan Anti Kooptasi dan Kooperasi

Kaum pergerakan sebetulnya sadar, bahwa tuntasnya reformasi, hanya bisa dilakukan jika sisa-sisa kekuatan lama, tentara, beserta kaum reformis gadungan—yang semakin menunjukkan watak aslinya—berhasil dikalahkan oleh kekuatan rakyat (karenanya, rakyat harus membangun kekuataannya sendiri). Dan pelanggaran HAM di Indonesia juga meliputi pelanggaran hak-hak dasar sosial-budaya rakyat. Dan semua kekuatan politik elit di Indonesia sekarang ini tidak bisa diharapkan dapat memberantas pelanggaran HAM, karena merekalah yang JUSTRU terlibat dalam berbagai kasus pelanggaran HAM; kaki tangan para pemodal barat yang sedang menjajah rakyat Indonesia; para koruptor yang menjadi benalu ekonomi Indonesia; serta kaum oportunis yang mengambil manfaat dari berbagai situasi.

Selain itu, kelompok-kelompok dan individu tertentu yang berpura-pura nasionalis, anti asing, dan pro kemandirian nasional, sesungguhnya masuk ke dalam spektrum kekuatan politik elit penipu dan pelanggar HAM. Prabowo dan Wiranto, yang bertopeng nasionalisme palsu, sesungguhnya sedang menyebar bibit-bibit fasisme dengan memanipulasi kemiskinan rakyat dan ketiadaan kepemimpinan politik alternatif. Sentimen-sentimen demikianlah yang digunakan oleh Hitler ketika Jerman mengalami kekalahan (dalam perang-perangnya) dan rakyat dilanda kemiskinan yang luar biasa. Mana mungkin ada kesejahteraan di bawah moncong senjata? Mana mungkin ada demokrasi jika pemimpinnya adalah penjahat HAM kelas kakap?

Demikian halnya dengan para nasionalis palsu lainnya seperti Amin Rais, Rizal Ramli, Kwik Kian Gie, Megawati, yang tidak pernah punya rekam-jejak untuk sungguh-sungguh berjuang demi ekonomi kerakyatan dan peningkatan produktivitas nasional yang mandiri; wajar, karena mereka tidak punya kapasitas politik—atau tidak memiliki keberanian melibatkan kekuatan rakyat dalam perjuangannya—dan kognitif (baca: kepandaian) untuk mandiri dari penjajahan modal asing; juga tak berkutik, takluk, di hadapan para penjajah modal dalam negeri—kaum londo berkulit hitam.

Oleh karena itu, tak ada jalan lain, tak ada jalan yang gampang-gampangan: Rakyat Indonesia dan kaum pergerakan—yang sadar bahwa inilah saatnya membangun kekuatan rakyat yang mandiri—harus segera bersatu.

Bersatu membangun sebuah alat politik alternatif, yang dalam wujud nyatanya bertugas untuk meluaskan dan menyatukan mobilisasi berbagai ekspresi perlawanan rakyat. Ekspresi perlawanan rakyat tersebut TIDAK boleh dikompromikan dengan, dan dicaplok oleh musuh-musuh rakyat, yakni: kekuatan pemerintah agen imperialis, tentara, sisa-sisa ORBA dan reformis gadungan.

Dengan demikian, tugas kaum pergerakan saat ini adalah:

1. Memaksa Pemerintahan Agen Penjajah & Elit Politik menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM;

2. Melawan semua Jalan Keluar Jahat Pemerintahan Agen Penjajah & Elit Politik, seperti:
· Pendidikan, Perumahan, dan Kesehatan Mahal;
· Penggusuran dan Penangkapan Rakyat Miskin;
· SKB/PKB 4 Menteri dan upah murah, Kenaikan Harga, Privatisasi, Kelangkaan Pupuk;
· Utang Luar Negeri dan Penalangan Utang/kerugian kaum Pemodal;

3. Melawan Pemilu Elit 2009: Pemilunya para pelanggar HAM, kaum pemodal, koruptor, dan kaum oportunis;

4. Membangun alat politik persatuan alternatif, yang mandiri dan berskala nasional;

5. Mengganti Pemerintahan Agen Penjajah & Elit Politik, agar dapat membentuk Pemerintahan Persatuan Rakyat Miskin, dengan pekerjaan utama: (a) memusatkan seluruh pendanaan dalam negeri untuk menyelesaikan kebutuhan darurat rakyat dan membangun Industrialisasi Nasional di Bawah Kontrol Rakyat, (b) mengusut kejahatan HAM sepanjang sejarah Indonesia dan sedapat mungkin menyeret para pelaku kejahatan HAM tersebut ke pengadilan (baik pengadilan internasional maupun pengadilan HAM dalam negeri) seandainya pun in absentia.

Jakarta, 10 Desember 2008

Dewan Harian Nasional - Persatuan Politik Rakyat Miskin
(DHN-PPRM)



Read More......

04 Desember 2008

MENOLAK TUNDUK PADA KEHENDAK PEMODAL DAN PARA BEGUNDALNYA

Dani (GSPB PT. Mayora) berorasi

Ata bin Udi (Sekretaris Umum PP GSPB) memberikan pesan konsolidasi

Massa ABM Bekasi di depan Kantor Bupati Kab. Bekasi

Massa ABM Bekasi bersiap menuju Bupati Kab. Bekasi


(Sebuah Reportase Aksi Penolakan terhadap SKB 4 Menteri 3 Desember 2008, dan Refleksinya)


Zely Ariane*

Selasa,
2 Desember, 2008, dalam ruangan berukuran tak lebih dari 2X3 M, sekitar 20-an perempuan anggota Pengurus Basis GSPB PT. Buana duduk berdesakan--sedangkan yang 3-5 orang (di antaranya laki-laki) sampai-sampai duduk di luar ruangan. Dengan antusias mereka mendengar penjelasan kawan Budi Wardoyo mengenai persiapan teknis aksi Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Bekasi. Pembagian tugas dilakukan: membuat bendera, ikat kepala, memesan mobil, mempersiapkan perangkat, mempersiapkan orator, hingga meminta do'a restu pada keluarga masing-masing.

Pembicaraan juga bergulir seputar program-program di pabrik yang menanti untuk dikerjakan segera: perundingan upah 2009, protes terhadap target yang tak berperikemanusiaan, pendidikan, hingga program-program luar pabrik untuk menyatukan dan meningkatkan solidaritas antar pabrik yang kawasannya berdekatan. Sesekali celoteh marah Tanih--salah seorang pimpinan basis--yang geregetan ingin menegur pihak manajemen pabrik yang menempel kliping berita menyangkut krisis global dan ancaman PHK. Tanih menganggap tempelan itu memancing keresahan (bahkan dengan kata lain sindiran yang mengancam) kawan-kawan buruh di pabriknya--sebelum berangkat aksi Tanih dan beberapa kawan pengurus ingin menemui manajemen menuntut tempelan itu dicabut.
Ingatan kembali ke hari Minggu, 7 tahun yang lalu, di kawasan industri kecil Ujung Berung, Bandung, Jawa Barat, puluhan kaum perempuan dari PT AJM (pabrik roti) berkumpul di gang kecil kontrakan buruh, membicarakan taktik-taktik menuntut pesangon akibat penutupan pabrik itu. Upah, PHK, pesangon, kebebasan berserikat, kondisi kerja dan sistem kerja kontrak, adalah persoalan-persoalan yang terus-menerus mengancam kaum buruh.

Berapa lama lagi waktu yang dibutuhkan untuk membereskan persoalan-persoalan tersebut? Berapa banyak aksi lagi yang dibutuhkan untuk mengatasinya? Berapa banyak lagi aksi massa dan massa aksi serikat buruh yang dibutuhkan untuk melawannya?


Kesadaran dan Persatuan


Rabu, 3 Desember, 2008, 300-an massa ABM Bekasi berjejal di depan kantor Bupati Kab. Bekasi. Para pimpinan massa menyerukan pencabutan terhadap SKB/PB 4 Menteri, pemberlakukan Upah Layak Nasional, hingga pengambilalihan pabrik yang bangkrut untuk diserahkan pengelolaannya pada kaum buruh.

Ata bin Udi,
Sekretaris Umum PP GSPB, menyadari kehadiran Bupati di hadapan massa, menyatakan bahwa: "persoalan kesejahteraan buruh sudah puluhan tahun tidak banyak berubah. SKB 4 Menteri hanyalah satu soal yang semakin memperparah, sehingga pencabutannya pun tidak lantas membuat kaum buruh menjadi sejahtera. Sistem kapitalisme, sistemnya kaum pemodal, adalah biang keladi kesengsaraan buruh. Apalagi para elit politik yang numpang populer dan belagak reformis pura-pura menolak SKB 4 Menteri. Kaum buruh harus sadar, bahwa tuntutan pencabutan SKB hanyalah bagian kecil dari perjuangan besar kaum buruh, yakni membangun kekuatannya sendiri, menggantikan pemerintahan kaum pemodal."

Sebagian massa aksi tampak 'berharap' dengan hadirnya Bupati. Namun sebagian lainnya--para pimpinan massa dan sebagian massa yang sudah sering mengikuti aksi--tampak jengah dengan kehadiran bupati. Tiba-tiba, seorang buruh anggota basis
GSPB PT Mayora, tanpa ragu kemudian turut berorasi: "Kita tidak muluk-muluk, kalau Bapak Bupati mau menyatakan penolakan terhadap SKB untuk diterapkan di Bekasi, maka kami bisa saja mendukung Bapak." Sebagian massa bertepuk tangan; sebagian lagi tercengang-cengang dan sebal.

Bupati yang berjanggut hitam dan bermuka moderat, sambil senyam-senyum mengatakan: "Kami sudah lebih dulu mengirimkan surat permintaan evaluasi terhadap SKB 4 Menteri pada pemerintah pusat... Upah di Kab. Bekasi ini sudah paling tinggi dibanding daerah-daerah lain di Indonesia".

Massa berteriak "
huuuuuu", dan sesekali terdengar teriakan "bohong!" "evaluasi dan pencabutan tidak sama; jangan bodohi kami" "apa upah segitu bapak pikir cukup; berapa emangnya upah bapak?" Dan Bupati, yang katanya dari Partai Keadilan Sejahtera, itupun pamit mencari selamat.

Kenyataan tersebut mengharuskan sebagian unsur maju dan pimpinan-pimpinan serikat buruh anggota ABM Bekasi bekerja keras. Penyakit kaum buruh yang tidak dan belum percaya pada kekuatannya sendiri adalah warisan sejarah Soeharto yang puluhan tahun telah membunuh kesadaran akan potensi berorganisasi dan beraksi kaum buruh. Memang, serikat-serikat buruh baru pasca reformasi bermunculan, dan ABM adalah hasil kristalisasi paling progresif dari serikat-serikat buruh baru tersebut.

Namun varian-varian serikat baru lainnya, belum serta merta lepas dari satu tipe kesadaran politik 'massa mengambang' ala Soeharto, yakni: pengurus saja yang 'berjuang', anggota tinggal bayar iuran atau siap-siap dimobilisasi saja. Apalagi bagi mayoritas (jutaan) buruh lainnya yang malah belum berserikat sama sekali, atau masih dalam cengkraman serikat-serikat buruh lama serta gadungan (hasil pasca 1998).


Penyakit tidak percaya pada kekuatan sendiri bersumber pada tidak adanya pengetahuan dan kesadaran bahwa modal dan tenaga kerjanya bukanlah milik pengusaha/pemodal; pabrik bukan milik pemodal, dan buruh bukan hanya sekadar menjual tenaga kerjanya untuk mendapatkan upah. Mayoritas kaum buruh masih berkesadaran palsu: takut dan tidak berdaya dihadapan perintah dan keputusan pengusaha/pemilik modal, sehingga takut terhadap ancaman PHK--tak berani melawan. Marx pun mungkin tercenung jika ia hidup di hari ini, karena tak seperti ucapannya--buruh tak akan kehilangan apapun, kecuali belenggunya--kaum buruh hari ini justru menjadi takut melawan karena takut kehilangan pekerjaannya.


Penyakit ini harus segera diatasi. Buruh tidak saja punya tenaga untuk bekerja, tapi juga otak untuk berfikir dan belajar bagaimana mengelola pabrik dan meningkatkan produktivitas. Buruh sebenarnya tidak membutuhkan pengusaha/pemilik modal (baca: tidak butuh kapitalisme), karena modal bisa disosialisasi oleh negara kelas pekerja kepada kaum pekerja. Modal sesungguhnya bukanlah milik pengusaha/pemodal, karena modal adalah warisan sosial atau, dengan kata lain, hasil dari hubungan produksi antara kelas kapitalis (pemodal) dan kelas pekerja, yang hasilnya dirampas oleh kelas kapitalis; namun karena kelas kapitalis mendapat "pengakuan" negara (yang mendukungnya) sebagai "pemilik alat produksi" yang "syah secara hukum", maka mereka, kelas kapitalis, diperbolehkan menghisap para pekerja upahan dan merampas surplus yang telah dihasilkan buruh upahannya.

Penyakit tidak percaya pada kekuatan sendiri juga sangat ditentukan oleh tidak adanya persatuan rakyat dan kaum pergerakan yang selama ini melawan di pentas nasional, sebagai alternatif/tandingan dari kekuatan elit politik begundalnya para pemodal. ABM menjadi harapan, setelah Front Pembebasan Nasional--yang, walaupun lebih luas partisipasi dan ruang lingkup persatuannya, namun tidak lagi kedengaran. Namun ABM saja tidak cukup. Kekuatan tandingan ini harus melibatkan seluruh sektor rakyat yang berlawan karena, saat ini, kaum buruh tidak bisa membangun landasan bagi sebuah negara kelas pekerja secara sendirian, mengingat banyak (sebagian besar) sektor-sektor lain juga disengsarakan oleh sistim kapitalisme. Bahkan, berlawan sajapun tidak cukup. Perlawanan hari ini harus semakin meningkatkan harga diri kaum buruh untuk tidak mau disubordinasi, tidak mau dikooptasi dan tidak akan berkooperasi dengan elit-elit musuh dan penghambat perjuangan buruh. Karena sekali saja kaum buruh tertipu, maka akan semakin sulit bagi kaum gerakan untuk memunculkan kekuatan politik tandingan yang mandiri dan menasional (yang berbasiskan kaum buruh yang sadar); karena bila kaum buruh diajak untuk memberikan legitimasi pada kaum elit tersebut--dan itu artinya menyerahkan kepemimpinan kaum buruh kepada kaum elit--maka akan semakin sulit untuk menyadarkan kaum buruh akan tujuan perjuangan sejati: sosialisme. Jadi, Jangan kaum buruh diajak untuk memberikan legitimasi bahwa kaum elit tersebut masih mau berjuang untuk rakyat dan kaum buruh--apalagi menjelang pemilu--agar kita bisa dengan segera mengalihkan kepemimpinan mayoritas (kaum buruh dan rakyat) yang masih terkooptasi kepada kepemimpinan sejatinya. Perjuangan kaum buruh sulit untuk berhasil bila sebagian besar kaum buruh masih dikooptasi oleh serikat-serikat buruh lama dan gadungan (hasil pasca 1998).


Apakah hanya pimpinan-pimpinan serikat saja yang harus sadar akan kepentingan tersebut? Tidak. Massa punya hak mendapatkan pengetahuan akan semua potensi kekuataannya. Bagaimana caranya? Dengan modal yang ada saat ini, ABM Bekasi sudah punya potensi untuk bisa melakukan rapat-rapat akbar rutin satu bulan atau dua bulan sekali, sebagai media pendidikan dan percepatan kesadaran, sekaligus konsolidasi kekuatan untuk tampil sebagai kekuatan alternatif (strategi atas) di Bekasi dan di pentas nasional. Mungkin bisa mulai diselenggarakan pada hari minggu--karena militansi massa untuk meninggalkan pekerjaan pada hari selain hari Minggu masih rendah. Dana bisa dicicil lewat iuran yang disepakati bersama; acara disusun bersama; propaganda--yang seutuh-utuhnya--diluaskan dalam banyak selebaran; sektor-sektor rakyat miskin lainnya pun turut diajak serta. Bila kegiatan semacam ini bisa reguler dan semakin membesar, tentu semakin besar pula pengaruh politik yang dihasilkannya, tidak hanya di Bekasi, tapi juga di panggung nasional. Dengan demikian menambah kepercayaan kaum buruh dan rakyat miskin terhadap kekuatan politiknya sendiri, artinya, peluang munculnya kekuatan alternatif/tandingan terhadap elit-elit politik, begundal para pemodal, pun semakin besar.


Di Yogyakarta,
aksi Komite Rakyat Bersatu (KRB) 3 Desember, 2008, sebagai bagian dari aksi serentak ABM secara nasional, memanen penangkapan 2 orang aktivis KRB dari LMND-PRM dan PPRM karena berencana membakar foto SBY-JK dan para menteri kabinetnya. Ya, simbolisasi pembakaran foto sudah tepat (seharusnya juga ditambah dengan tanda gambar semua parpol), karena pemerintahan ini memang harus diganti; dan secara hukum tindakan tersebut tidak bisa dituntut.

Jalan Keluar

Staf Litbang PP GSPB, Danial Indrakusuma, dalam selebaran elektroniknya menyatakan bahwa ada beberapa pernyataan dan pertanyaan yang biasa diangkat untuk menurunkan moral juang buruh dalam menolak SKB/PB 4 Menteri:


  1. Pernyataan: SKB/PB 4 Menteri bertujuan untuk mengatasi krisis global agar tidak terjadi PHK massal; Jawaban kita: (a) krisis global/nasional terjadi karena sistim kapitalisme yang membayar buruh murah (tidak sesuai dengan nilai kerjanya yang sebenarnya) dan begitu besarnya uang yang tidak ditanam di sektor riil (tapi di usaha-usaha spekulatif keuangan, saham, portofolio, mata uang dan komoditi) sehingga, akibatnya, buruh/masyarakat tak berdaya beli; (b) karena itu, jalan keluar (terhadap krisis) yg kami ajukan (bila kami berkuasa) tak akan menghasilkan PHK massal dan krisis, karena dana yang ada di tangan kami akan digunakan untuk membangun industri nasional (lapangan kerja) di bawah kontrol rakyat dan akan membayar upah buruh secara layak. Dana tersebut kami peroleh dengan menasionalisasi aset-aset vital negara--terutama pertambangan/migas, pertanian ekspor, kehutanan, kelautan, pariwisata, kelistrikan, kimia (terutama farmasi), keairan/pengairan dll--pemusatan/pengendalian dana perbankan agar bisa disalurkan ke sektor riil rakyat/buruh/negara, penarikan dana BLBI/buyback, pemotongan bunga utang negara, penolakan/penangguhan utang LN, pajak progressif, pemanfaatan dana tabungan masyarakat (termasuk JAMSOSTEK), penyitaan harta-harta koruptor (sejak tahun 1965), kontrak-karya dengan bagi-hasil, pajak dan royalti yang menguntungkan nasional, penguasaan/nasionalisasi distribusi pertambangan dan migas, dll; (c) buruh yang di-PHK sebenarnya tanggung jawab negara; bukan malah mengizinkan pengusaha membayar buruhnya secara murah (sementara keuntungan pengusaha tidak dikurangi);
  2. Pertanyaan: Apakah pengusaha dan buruh tidak bisa bekerja sama mengatasi krisis?; Jawabannya: (a) pada dasarnya, tidak. Karena pengusaha dan buruh tidak bisa didamaikan--pengusaha maunya untung dengan biaya upah buruh yang rendah agar menang dalam persaingan pasar. Atau proporsi modal yang ditanamkan ke dalam alat-alat produksi akan semakin lebih besar ketimbang modal yang ditanamkan sebagai upah buruh; (b) kalaupun bisa, itu artinya buruh harus sedikit dinaikkan upahnya, dan biaya-biaya sosial buruh lainnya harus ditanggung oleh negara yang dananya diambil dari hasil pajak yang ditarik negara pada perusahaan (sebenarnya, uang buruh juga). Itulah yang namanya negara kesejahteraan, yang tak akan menyelesaikan krisis--karena tetap saja nilai pendapatan buruh tak akan bisa menggapai harga barang/jasa (yang telah mengandung nilai surplus yang akan dirampok pengusaha karena dianggap sebagai keuntungan pengusaha);
  3. Pernyataan: Jalan keluar yang diusulkan buruh tersebut akan membuat pengusaha bangkrut; Jawabannya: (a) kami tak perduli, karena jalan keluar yang kami ajukan tidak membutuhkan usaha ekonomi (dan pengusahanya) yang akan menimbulkan krisis (termasuk PHK massal)--yaitu usaha ekonomi yang mengizinkan aset dan tenaga produktif sosial/negara dimiliki secara individual, yang mengizinkan membayar upah buruhnya dengan murah (sehingga tak berdaya beli), dan yang mengizinkan usaha-usaha spekulatif yang mematikan sektor riil, dan yang mengizinkan menindas buruhnya secara politik/budaya agar tak melawan.

Sampai Menang!


*Staf Wakil Sekretaris Umum PP GSPB



Read More......

Statement KRB atas penangkapan dua aktivis KRB

PERNYATAAN SIKAP
KRB – KOMITE RAKYAT BERSATU
(SMI, LMND-PRM, RESISTA, KAMERAD, PPRM, PRP, JNPM, SPCI, KASBI, dll)
Email: krb.jogja@gmail.com, Contact Person: 085228825200

"GALANG PERSATUAN RAKYAT”
LAWAN MILITERISME DAN MUSUH-MUSUH DEMOKRASI RAKYAT


PENJAJAHAN Kolonial selama lebih dari 3,5 abad yang pernah dialami Indonesia telah berakibat pada sistem perekonomian Indonesia terperangkap dalam sebuah struktur perekonomian yang berwatak kolonial. Dominasi dan akumulasi modal yang didapat dari praktek kolonialisme yang telah diwakili negara-negara maju telah memunculkan akumulasi modal yang sangat besar di segelintir negara-negara imperialis. Yang pada akhirnya, semangat globalisasi dengan sistem neoliberalismenya merupakan penjajahan gaya baru yang telah menjadi arena persaingan sesama borjuasi internasional untuk mendapatkan kesempatan emas meraup kekayaan sumber daya alam negara-negara dunia ketiga.

Singkat kata, semenjak Orde Baru berdiri hingga rejim SBY-JK hari ini, konsepsi ekonomi merdeka yang telah dirumuskan oleh pemimpin-pemimpin bangsa paska kemerdekaan nasional, saat ini telah disalahtafsirkan dan diselewengkan sedemikian rupa. Liberalisasi modal internasional di segala bidang kehidupan masyarakat Indonesia telah mengorbankan jutaan rakyat pekerja di republik ini. Maraknya PHK massal, penggusuran, pengangguran dan kemiskinan yang semakin tinggi sampai minimnya lapangan kerja bagi rakyat semakin membuktikan bahwa perekonomian nasional ini telah ternodai dengan kepentingan segelintir elit politik yang masih menghamba kepada kepentingan modal internasional.

Ironisnya, Indonesia yang turut terkena dampak krisis global ini ternyata malah menjadikan momentum ini untuk meliberalisasi pasar tenaga kerjanya dan memiskinkan jutaan warga negaranya sendiri. Terhitung sejak diterbitkannya Instruksi Presiden SBY No.5 tentang Paket Kebijakan Investasi yang telah mendorong direvisinya UU Ketenakerjaan 13/2003 sampai dipaksakannya Undang Undang Penanaman Modal Asing No.25 Th.2007, telah menjadi sederetan bukti kongkrit bahwasanya kemunculan SKB 4 Menteri yang telah diterbitkan pada 22 Oktober 2008 yang lalu menjadi suatu rangkaian yang saling terkait bahwa negara pada hari ini telah berupaya untuk menyerahkan kesejahteraan rakyat Indonesia ke dalam mekanisme pasar Internasional. Maka tidak heran, langkanya pasokan pupuk, krisis pangan, sampai penjualan aset-aset strategis bangsa oleh pemerintahan hari ini telah menjadi sesuatu yang harus terjadi ketika kompensasi dan komitmen bantuan modal internasional dalam menanggulangi meluasnya dampak krisis global saat ini ternyata mempunyai hidden agenda sebagai koreksi ulang sistem kapitalisme itu sendiri sesuai dengan selera pasar dan kapital hari ini.

Ditengah situasi internasional dan nasional yang semakin membuat rakyat terpuruk, elit politik dan partai-partai politik nasional, sibuk dengan agenda besar mereka, PEMILU 2009. Elit politik dan partai politik berlomba-lomba menebarkan janji kesejahteraan kepada rakyat. Padahal jika di lihat lebih jauh, para peserta pemilu 2009 ini sesungguhnya adalah juga pihak-pihak yang selama ini menjadi biang keladi kesengsaraan rakyat.

Peserta pemilu 2009, semuanya adalah antek-antek imperialisme yang mempermulus penjajahan modal di Indonesia. Maka kesimpulan yang bisa kita dapatkan adalah PEMILU 2009 adalah pemilunya para pelanggar HAM (Prabowo-GERINDRA, Wiranto-HANURA, dll), pemilunya sisa orde baru, pemilunya reformis gadungan (PDI-P, PKB, PAN, PBR, dll), pemilunya para koruptor. Dan sudah sangat jelas pemilu 2009 tidak akan mampu menghasilkan pemimpin yang sanggup menyelesaikan permasalahan rakyat.

Situasi krisis dan pemilu yang semakin memanas ini, juga memicu semakin represifnya aparat Negara. Maraknya demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat dari berbagai golongan, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang semakin menyengsarakan rakyat, disambut dengan represifitas oleh aparat Negara. Hal ini semakin memperjelas bahwa militerisme di Indonesia masih kuat bercokol dan menjadi penjaga setia para penjajah modal dan elit politik serta partai politik di Negara kita. Pemukulan dan penangkapan 2 aktivis dari Komite Rakyat Bersatu (KRB) Yogyakarta yaitu Andy “bund-bund” Permana dan Aslihul Fahmi “yayak” Alya, hari ini adalah bentuk nyata dari represifitas aparat Negara demi keberlangsungan kepentingan modal dan borjuasi nasional Indonesia.

Menurut Poltabes Yogyakarta, pemukulan dan penangkapan aktivis KRB ini berlandaskan pada dugaan akan dilaksanakannya pembakaran foto SBY-JK, yang merupakan bentuk penghinaan terhadap pemimpin Negara. Namun sebenarnya tidak ada alasan bagi aparat untuk memukul dan menangkap aktivis KRB ini. Secara hukum undang-undang yang mengatur tentang penghinaan terhadap kepala Negara, telah dicabut dan tidak berlaku lagi. Sehingga bisa disimpulkan aparat Negara telah melakukan pelanggaran HAM dengan melakukan pemukulan dan penangkapan tanpa alasan yang jelas.

Rencana aksi pembakaran foto oleh KRB ini, adalah bentuk kekecewaan rakyat terhadap pemerintahan SBY-JK yang jelas-jelas gagal mensejahterakan rakyat. Bahkan tidak terhitung berapa banyak penghinaan dan kekerasan yang telah dilakukan oleh pemerintahan SBY-JK terhadap rakyat Indonesia. Penghinaan dan kekerasan, mereka lakukan melalui pembentukan undang-undang anti demokrasi dan kesejahteraan, dan melalui aparat mereka (MILITER), juga dengan membentuk milisi-milisi sipil reaksioner (FPI, FBR, Pemuda Pancasila, dll).

Maka kami dari Komite Rakyat Bersatu menyatakan:

1. MENGUTUK KERAS TINDAKAN MILITERISME YANG DILAKUKAN OLEH KEPOLISIAN YOGYAKARTA TERHADAP AKTIVIS KRB (Andy “bund-bund” Permana dan Aslihul Fahmi “yayak” Alya).
2. USUT TUNTAS KASUS KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH APARAT KEPOLISIAN YOGYAKARTA TERHADAP 2 AKTIVIS KRB!!!

Kami juga menyerukan kepada rakyat miskin Indonesia agar segera membentuk wadah-wadah perjuangannya dan membentuk persatuan rakyat anti imperialisme, untuk:

1. Lawan militerisme dan musuh-musuh demokrasi!!
2. Lawan Pemilu 2009, pemilunya penjahat HAM, koruptor, sisa orba
3. Lawan solusi SBY-JK dalam atasi krisis (Buyback, Bailout, SBI 9,5%, Pajak 0% CPO, SKB 4 Menteri) !!
4. Bentuk pemerintahan persatuan rakyat anti imperialisme

Demikian pernyataan sikap ini disampaikan kepada pemerintah dan khalayak ramai, untuk segera dilaksanakan demi kemakmuran rakyat seutuhnya.


Yogyakarta, 3 Desember 2008


(Iron)
Koordinator KRB


Read More......

Kronoligi aksi Komite Rakyat Bersatu (KRB) Rabu, 3 Desember 2008.

11.05 : Pembukaan oleh korlap aksi (Ibnu SMI)

11.15-11.28 : Orasi politik oleh Akbar Perhimpunan Rakyat Pekerja

11.28-11.30 : Orasi oleh korlap

11.30-11.43 : Orasi oleh Iron Serikat Mahasiwa Indonesia

11.43-11.45 : Orasi oleh korlap

11.45-11.50 : Orasi oleh Yayak Persatuan Politik Rakyat Miskin

11.50-11.55 : Orasi oleh Dian KASBI

11.55-11.57 : Orasi oleh korlap

11.57-12.05 : Orasi oleh Ika LMND-PRM

12.05-12.07 : Orasi oleh korlap

12.07-12.10 : Orasi oleh Roy KAMERAD

12.10-12.13 : Orasi Didin RESISTA

12.13-12.14 : orasi korlap

12.14-12.15 : orasi Aidil LPM Ekspresi UNY

12.15-12.16 : Orasi korlap

12.16-12.19 : Orasi oleh Yuli JNPM Yogyakarta

12.23-12.26 : Orasi Paijo SPI

12.26-12.28 : korlap

12.28-12.40 : Pembacaan statement oleh kordum (Don Sinyo), belum selesai pembacaan (belum sampai penutupan aksi), tiba-tiba polisi

merangsek masuk ke dalam barisan, terjadi bentrok antara massa aksi dan aparat, 2 massa aksi dari LMND-PRM (Andy “bund-bund” Permana dan Aslihul Fahmi “yayak” Alya) dipukul, ditendang, diinjak, dan dijambak rambutnya, kemudian diseret ke truk polisi.

12.40-12.45 : massa aksi mulai mencair

12.45-12.50 : massa aksi kembali merapat dan menutup aksi dengan menyanyikan lagu darah juang. Aksi selesai

12.50-13.00 : massa aksi berkonsolidasi kembali untuk melakukan advokasi kepada kawan-kawan yang ditangkap.

13.00-…….. : massa aksi KRB menuju poltabes Yogyakarta untuk melakukan advokasi. Organisasi-organisasi yang tergabung dalam KRB, mengirimkan perwakilan untuk advokasi, seperti kawan Akbar, Sinyo, didin, dll (PRP), Iron, Ibnu, Rizal, dll (SMI), Roy dan Fery (KAMERAD), Dian (KASBI), serta kawan-kawan PPRM, JNPM, dan LMND-PRM. Advokasi ini juga di damping oleh PBHI Yogyakarta. Sampai saat berita ini ditulis, kawan andy “bund-bund” permana dan aslihul fahmi “yayak” alya, masih diproses di poltabes Yogyakarta.

Yogyakarta, 3 Desember 2008
Jam : 15.15 Wib.
Acara dan Kronologi KRB: Sistha Oktaviani


Catatan administrator: kedua kawan yang ditangkap tersebut kini telah dibebaskan.



Read More......

"JALAN KAPITALISME TELAH GAGAL, KEKUASAAN EKONOMI POLITIK RAKYAT SOLUSINYA”

PERNYATAAN SIKAP
KRB – KOMITE RAKYAT BERSATU
(SMI, LMND-PRM, RESISTA, KAMERAD, PPRM, PRP, JNPM, SPCI, KASBI, dll)
Contact Person: 085228825200

"JALAN KAPITALISME TELAH GAGAL, KEKUASAAN EKONOMI POLITIK RAKYAT SOLUSINYA”
(Diambil dari Pernyataan Sikap ALIANSI BURUH MENGGUGAT, Rabu, 3 Desember 2008,
sebagai wujud solidaritas perjuangan rakyat)


PENJAJAHAN Kolonial selama lebih dari 3,5 abad yang pernah dialami Indonesia telah berakibat pada sistem perekonomian Indonesia terperangkap dalam sebuah struktur perekonomian yang berwatak kolonial. Dominasi dan akumulasi modal yang didapat dari praktek kolonialisme yang telah diwakili negara-negara maju telah memunculkan akumulasi modal yang sangat besar di segelintir negara-negara imperialis. Yang pada akhirnya, semangat globalisasi dengan sistem neoliberalismenya merupakan penjajahan gaya baru yang telah menjadi arena persaingan sesama borjuasi internasional untuk mendapatkan kesempatan emas meraup kekayaan sumber daya alam negara-negara dunia ketiga.

Sebab itu, menurut pendiri bangsa, sebagai koreksi terhadap ekonomi kolonial, ekonomi Indonesia merdeka harus ditandai oleh bangkitnya kaum pribumi proletar sebagai tuan di negeri mereka sendiri. Dan itu artinya, kondisi itu tidak akan tercipta jika bangsa ini masih tetap memakai jalan ekonomi kapitalisme sebagai keniscayaan menuju kekuasaan ekonomi politik rakyat Indonesia yang berdaulat dan merdeka 100%.

Untuk itu sedari awal, para pendiri bangsa ini telah bertekad untuk menjadikan demokrasi ekonomi sebagai dasar penyelenggaraan perekonomian Indonesia. Dalam rangka itu, sebagaimana terungkap secara terinci dalam Pasal 33 UUD 1945, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak (harus) dikuasai oleh negara. Bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya secara politik, cabang-cabang produksi untuk pembangunan ekonomi wajib diinisiatifi oleh rakyat Indonesia sendiri—bukan malah menyerahkannya kepada inisiatif asing apalagi sampai diselewengkan oleh birokrasi-birokrasi komprador (baca: pengkhianat) yang telah bersembunyi dalam lembaga-lembaga negara eksekutif-legislatif-yudikatif di republik ini.

Singkat kata, semenjak Orde Baru berdiri hingga rejim SBY-JK hari ini, konsepsi ekonomi merdeka itu telah disalahtafsirkan dan diselewengkan sedemikian rupa. Liberalisasi modal internasional di segala bidang kehidupan masyarakat Indonesia telah mengorbankan jutaan rakyat pekerja di republik ini. Maraknya PHK massal, penggusuran, pengangguran dan kemiskinan yang semakin tinggi sampai minimnya lapangan kerja bagi rakyat semakin membuktikan bahwa perekonomian nasional ini telah ternodai dengan kepentingan segelintir elit politik yang masih menghamba kepada kepentingan modal internasional.

Sesungguhnya krisis keuangan global yang tengah terjadi saat ini merupakan siklus dimana krisis kapitalisme ala kasino ini ingin mengembalikan peran Negara untuk ikut campur dalam krisis finansial yang ditimbulkan oleh spekulasi-spekulasi pemain pasar uangnya sendiri. Ironisnya, Indonesia yang turut terkena dampak krisis global ini ternyata malah menjadikan momentum ini untuk meliberalisasi pasar tenaga kerjanya dan memiskinkan jutaan warga negaranya sendiri.

Bahkan, terhitung sejak diterbitkannya Instruksi Presiden SBY No.5 tentang Paket Kebijakan Investasi yang telah mendorong direvisinya UU Ketenakerjaan 13/2003 sampai dipaksakannya Undang Undang Penanaman Modal Asing No.25 Th.2007, telah menjadi sederetan bukti kongkrit bahwasanya kemunculan SKB 4 Menteri yang telah diterbitkan pada 22 Oktober 2008 yang lalu menjadi suatu rangkaian yang saling terkait bahwa negara pada hari ini telah berupaya untuk menyerahkan kesejahteraan rakyat Indonesia ke dalam mekanisme pasar Internasional. Maka tidak heran, langkanya pasokan pupuk, krisis pangan, sampai penjualan aset-aset strategis bangsa oleh pemerintahan hari ini telah menjadi sesuatu yang harus terjadi ketika kompensasi dan komitmen bantuan modal internasional dalam menanggulangi meluasnya dampak krisis global saat ini ternyata mempunyai hidden agenda sebagai koreksi ulang sistem kapitalisme itu sendiri sesuai dengan selera pasar dan kapital hari ini.

Tegasnya, secara terbuka kalangan Parlemen, Presiden dan wakilnya, lembaga peradilan terus menerus menggerus kontitusi demi pengerukan kekayaan bangsa Indonesia dengan cara mengabdi kepada kepentingan pemodal asing maupun nasional.

Maka bagi Komite Rakyat Bersatu dan Aliansi Buruh Menggugat, mereka yang telah menjual dan menggadaikan sumber daya negri ini dapat dikategorikan sebagai pengkhianat konstitusi dan musuh dari Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, karena kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat, maka pengkhianat konstitusi dan musuh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia itu adalah juga musuh rakyat. Dan faktanya, privatisasi-deregulasi-liberalisasi yang dimandatkan asing (Amerika Serikat dan kroni-kroninya) sudah terlaksana di berbagai lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Kekuatan-kekuatannya langgeng dan mengakar pada Pemerintah, parlemen, partai politik, pengadilan, pers, serta pakar-pakar yang mempromosikan aksi-aksi neokolonialisme-imperialisme—aksi-aksi yang inkonstitusional—di atas bumi Indonesia.

Untuk itu, kami Komite Rakyat Bersatu dan Aliansi Buruh Menggugat bersama elemen-elemen gerakan rakyat pekerja lainnya akan terus bersama-sama menggalang kekuatan semesta rakyat untuk menegakkan kedaulatan ekonomi politik rakyat Indonesia dan kemandirian ekonomi nasional bangsa ini bebas dari kepentingan segelintir kapitalis birokrat dan intervensi modal internasional. Sebab hanya gerakan rakyatlah yang mampu menghempas aksi-aksi penggadaian aset-aset bangsa dan martabat rakyat Indonesia baik secara jalan konstitusi yang sebenarnya maupun sampai angsung menjatuhkan rejim inkonstitusional tersebut.

Maka kami menuntut:
1. Cabut Peraturan Bersama 4 Menteri
2. Nasionalisasi Perusahaan Swasta Strategis dibawah kontrol Rakyat
3. Industrialisasi Nasional Yang Kuat Dan Mandiri
4. Menolak Utang yang dilakukan oleh Seluruh Rejim Anti Rakyat.
5. Pupuk dan Benih Gratis, teknologi dan Modal untuk Petani
6. Penyediaan Rumah Layak Untuk Rakyat Miskin Secara Gratis
7. Lapangan Pekerjaan Yang Memadai
8. Pendidikan Gratis, Ilmiah, Demokratis dan Bervisi Kerakyatan

Demikian pernyataan sikap ini disampaikan kepada pemerintah dan khalayak ramai, untuk segera dilaksanakan demi kemakmuran rakyat seutuhnya.


Yogyakarta, 3 Desember 2008



(Don Sinyo)
Koordinator Umum Aksi KRB



Read More......

01 Desember 2008

Hormat dan Selamat atas Berdirinya PRMJ

Komite Politik Rakyat Miskin - Partai Rakyat Demokratik
(KPRM PRD),

menunduk hormat dan mengucapkan SELAMAT atas berdirinya:

PERSATUAN RAKYAT MISKIN JAKARTA (PRMJ)

30 November 2008

Belajar, berjuang, dan melawan untuk pembebasan rakyat miskin;
Tegakkan Politik Anti Kooptasi dan Anti Kooperasi;
Bangun Kekuatan Rakyat Miskin yang Mandiri dan Berskala Nasional;
Bentuk Pemerintahan Rakyat Miskin.

SAMPAI MENANG!



Read More......

Revolusi Venezuela dan Krisis Kapitalisme

Direct Action Nomor 6 – November 2008

Roberto Jorquera – Ketika pemerintah kapitalis di seluruh dunia merespon macetnya sistem keuangan kapitalis dengan memberikan miliaran dolar dana publik untuk bankir-bankir yang telah bangkrut, Presiden sosialis pemerintah revolusioner Venezuela, Hugo Chavez, tetap melanjutkan langkah redistribusi kekayaan bagi rakyat pekerja Venezuela.

Sejak didudukkan kembali sebagai Presiden Venezuela oleh sebuah gerakan massa revolusioner, melawan kudeta militer yang disokong Amerika Serikat pada April 2002, Chavez telah membuka jalan bagi kontrol dan kepemilikan saham negara—yang meningkat luar biasa—atas sumberdaya alam dan industri-industri besar. Nasionalisasi sudah dilakukan terhadap perusahaan telekomunikasi, baja, semen, listrik dan sektor perbankan. Pemerintah Venezuela terus meningkatkan kontrol terhadap pilar-pilar utama ekonomi dan meningkatkan aturan menyangkut harga pangan. Langkah-langkah ini, berbarengan dengan peningkatan pengeluaran untuk pelayanan sosial dan infrastruktur, memungkinkan Venezuela melindungi rakyat kecil dari kekacauan perekonomian dunia kapitalis. Pada sebuah konferensi pers 27 Oktober, yang dilakukan bersama dengan Presiden Ekuador Rafael Correa, Chavez menyatakan: “Konsekuensi dari krisis keuangan dunia tidak dapat diprediksi, namun di Venezuela kami memiliki sebuah proses kerakyatan yang membangun sebuah sistem ekonomi baru.”

Martin Saatdjian, sekretaris ketiga kementerian Urusan Luar Negeri Venezuela, menyebutkan dalam sebuah artikel yang dilansir situs Venezuelanalysis.com, dalam memberi tanggapan terhadap cara pemerintahan kapitalis menangani krisis (menasionalisasi atau menasionalisasi setengah-setengah korporasi-korporasi keuangan yang bangkrut): “Dengan kata lain, intervensi negara sosialis memprioritaskan kebutuhan rakyat yang paling mendasar. Ini lah tipe kontrol dan intervensi terencana yang sedang dijalankan oleh Hugo Chavez di Venezuela, sekaligus di waktu bersamaan memaksimalkan demokrasi, kesadaran politik, dan keikutsertaan rakyat dalam menangani persoalan-persoalan mereka sendiri. Perusahaan-perusahaan yang telah dinasionalisasi di Venezuela, seperti perusahaan komunikasi utama (CANTV), industri besi dan baja (Sidor), dan satu dari bank terpenting Venezuela (Bank Venezuela), merupakan perusahaan yang sangat menguntungkan.

“Dalam kasus CANTV, proses nasionalisasi memakan biaya negara sekitar USD 1.6 milyar; Namun setelah satu tahun penuh beroperasi, perusahaan ini menghasilkan keuntungan bersih mendekati $400 juta. Dengan laju seperti ini, negara Venezuela akan dapatkan kembali investasi perdana mereka dengan hanya tiga tahun beroperasi. Sumber penghasilan yang dulu masuk ke kantong orang-orang kaya, atau dilarikan keluar negeri, kini dipakai pemerintah Hugo Chavez untuk mendanai proyek pelayanan kesehatan umum yang sangat membantu rakyat yang paling membutuhkan”.

VIO News blog, yang didanai pemerintah Chavez, pada tanggal 16 Oktober melaporkan bahwa sebuah “kolom opini Miami Herald mengklaim bahwa para pakar ekonomi ‘setuju’ bahwa Venezuela menjadi negara yang lebih parah terkena dampak krisis keuangan global dari pada negara manapun. Namun demikian, itu tidak benar; para analis baru-baru mengutip Financial Times, Bloomberg, dan Reuters, semua sudah mengatakan bahwa Venezuela terlindungi dengan sangat baik. Reuters melaporkan bahwa Venezuela ‘sepertinya akan selamat dari kontaminasi keuangan global saat ini, sekalipun kejatuhan harga minyak mentah memaksa bangsa-bangsa yang bergantung terhadap minyak OPEC mengurangi belanjanya’. AFP melaporkan bahwa kejatuhan nilai yang terlihat pada pasar saham Venezuela kurang dari satu persen, sementara bagi Brazil dan Argentina—dua diantara negeri-negeri Amerika Latin dengan perekonomian terbesar—persentase kejatuhan bernilai belasan,”.

Ketika banyak koran-koran AS menuduh bahwa pemerintah Chavez akan menghadapi pukulan berat oleh jatuhnya harga minyak akibat resesi global—dari puncak dorongan-spekulasi yang mencapai USD 147 per barel pada bulan Juli molorot jatuh ketingkat harga tahun 2007 dengan rata-rata USD $64—pada tanggal 22 Oktober Chavez menolak tuduhan-tuduhan tersebut. Meninjau kembali evolusi harga minyak internasional sejak ia terpilih sebagai presiden Venezuela pada tahun 1998, Chavez menyatakan: “Saya katakan, untuk tetap bergerak ditengah kampanye luar biasa yang mulai memprovokasi ketakutan dan ketidakpastian diantara rakyat Venezuela, meski harga minyak kembali turun ke tingkat tahun 2006—ketika ia berhenti pada $55 per barel, kalian bisa pastikan bahwa Venezuela akan terus berkembang baik secara ekonomi maupun sosial”

Chavez menunjukkan bahwa perekonomian Venezuela tumbuh hingga 15% di tahun 2004, ketika harga minyak rata-rata $32,80 per barel, dan terus bertumbuh dalam lima tahun berturut-turut, dan empat tahun diantaranya harga minyak rata-rata lebih rendah dari harga minyak hari ini. “Sudah 10 tahun [kapitalis AS] mengatakan bahwa ekonomi Venezuela sedang tenggelam, dan sekarang mereka sendiri lah yang karam”, sebut Chavez.

Pada 30 Oktober, agen berita ABN Venezuela melaporkan bahwa Chavez menyerukan “sebuah sistem ekonomi dan politik internasional yang baru, lebih adil, lebih setara, dan saling bantu, harus diciptakan sebelum kapitalisme melebur hancur”. Dalam sebuah pidato hari itu, Chavez “merujuk sebuah surat yang baru-baru ini ditulis oleh [mantan Presiden Kuba] Fidel Castro, yang, diantara isu-isu lainnya, menyatakan padanya mengenai krisis keuangan dunia dan pemanfaatan kekuatan ekonomi oleh kerajaan ekonomi Amerika Utara, ‘ia jelaskan padaku mengapa model semacam itu tidak berkelanjutan dan sedang tenggelam seperti kapal Titanic’. Chavez mengingatkan bahwa Venezuela masih waspada terhadap krisis dunia sekarang ini, ‘karena ini seperti sebuah gempa bumi ekonomi keuangan; untuk alasan tersebut saya dengan tegas menuntut pembentukan sebuah institusi ekonomi internasional yang baru, dan dalam hal ini, negeri-negeri Selatan harus memperjuangkanya dan tidak [membiarkan] dipaksakannya lagi kediktatoran dan hegemoni dolar, yakni hegemoni sebuah sistem yang diatur oleh Dana Moneter International (IMF) dan Kerajaan Amerika Serikat, yang merupakan penyebab utama malapetaka ini’.”

Chavez menekankan bahwa “Rakyat Venezuela harus tahu bahwa Venezuela akan terus bekerja, seperti halnya Kuba. Program-program sosial tidak dalam kondisi berbahaya, demikian pula misi-misi kita, kesetaraan sosial, keadilan sosial, keterlibatan sosial, maupun pembangunan sosial rakyat kita.”

James Suggett, menulis untuk layanan berita berbasis website Venezuelanalysis.com, melaporkan pada 24 Oktober bahwa “Menteri Keuangan Venezuela, Ali Rodriguez, menyerahkan sebuah proposal anggaran nasional untuk tahun 2009 yang akan meningkatkan pengeluaran sosial dan dilandasi pada prediksi pertumbuhan ekonomi 6%, kestabilan mata uang nasional, dan ekspor minyak pada tingkat harga $60 per barel”. Suggett juga melaporkan: “Suatu penilaian ringkas terhadap data-data di tahun 2007 memperlihatkan bahwa Venezuela adalah negara dengan cadangan internasional (IR) perkapita paling besar di dunia dan di seluruh belahan bumi Amerika (termasuk Amerika Serikat dan Kanada). Menurut data tahun 2007, untuk setiap orang yang tinggal di Venezuela terdapat hampir $1.300 senilai cadangan internasional di akhir 2007 (dengan total $34 miliar). Tingkat perkapita ini melampaui negeri-negeri ekonomi utama di Amerika Latin, seperti: Argentina ($1,141); Brazil ($919), Chile ($1,023) dan Mexico ($799). Menurut data-data ini, IR Venezuela melampaui negara Amerika Latin kedua dengan tingkat IR perkapita tertinggi, yakni Uruguay, sebesar $113. Jumlah ini, jika dilipatgandakan dengan seluruh penduduk Venezuela (26,4 juta), akan mencapai total $3 miliar. Jumlah tersebut akan dapat dipergunakan untuk mengatasi dampak negatif krisis keuangan, dan Venezuela akan tetap berada pada posisi tertinggi dalam daftar IR perkapita Amerika Latin.”

Meskipun tidak ada negara yang kebal dari efek kehancuran perekonomian kapitalis dunia saat ini, contoh Venezuela secara jelas menunjukkan apa yang tidak mustahil dicapai oleh sebuah ekonomi kepemilikan-sosial yang terus meningkat, dikelola oleh pemerintah yang lebih melayani kepentingan rakyat pekerja daripada keuntungan korporasi-korporasi kapitalis.

[Roberto Jorquera adalah anggota Partai Sosialis Revolusioner (RSP) dan salah seorang organiser Australian-Venezuela Solidarity Network brigade untuk Venezuela]

[Diterjemahkan oleh Risnati Malinda, edited by ay]




Read More......

TERBITAN KPRM-PRD